Masih terekam di ingatan saya ketika bapa saya belum memiliki sepeda motor. Dia seorang guru di salah satu SMP swasta di kota kami. Jarak tempuh ke sekolah di mana dia mengajar sekitar 7 km.
Tiap pagi, sebelum pukul 6 pagi, dia sudah harus berangkat ke sekolah. Berjalan kaki. Waktu itu, angkutan umum belum terlalu banyak di kota kami. Beruntung bahwa suhu udara di kota kami relatif dingin sehingga tak membuat badan berkeringatan setelah melakukan perjalanan yang relatif jauh.
Lalu, ketika agak lama, ayah saya membeli sepeda motor "second hand". Itu bertujuan agar membuat waktu perjalanan makin efisien. Paling tidak ketika tiba di sekolah, kondisi badan siap untuk mengajar dan bukannya sudah kelelahan.
Namun, aktivitas jalan kaki tak berhenti. Hal itu terbukti saat pergi ke rumah ibadah yang mana tak pernah sekalipun ayah saya mengendarai sepeda motor. Di sini, aktivitas berjalan kaki sudah seperti menjadi kebiasaan dan menjadi bagian tak terpisahkan dari rutinitas harian.
Sama halnya dengan ibu saya yang berprofesi sebagai ASN (waktu itu masih disebut PNS) di salah satu perkantoran pemerintah. Pulang dan pergi kerja selalu berjalan kaki. Ketika kantornya pindah, ibu saya mencari rute jalan singkat agar menghemat waktu tempuh ke kantor.
Dampaknya banyak. Selain sebagai bagian dari aktivitas fisik, hal itu juga menguntungkan secara ekonomi. Paling tidak, tak ada uang yang diperuntuhkan untuk jasa angkutan umum atau pun membeli bensin.
Dewasa ini, perilaku berjalan kaki pergi dan pulang kantor terlihat sudah mulai memudar. Perilaku jalan kaki lebih dilihat sebagai bagian dari aktivitas olahraga. Waktunya dicari.
Padahal, kalau itu menjadi bagian dari kegiatan harian, seperti pergi ke tempat kerja, waktu untuk berolahraga dengan metode berjalan kaki pun dimanfaatkan untuk kegiatan lain.
Kecenderungan orang saat ini lebih suka berkendara sepeda motor atau pun mobil walaupun jaraknya relatif pendek. Bahkan, tak sedikit pasangan yang agak malas untuk antar jempu pasangannya sehingga mendorong pasangannya berlatih sepeda motor agar memudahkan perjalanan.
Situasi itu tak hanya disebabkan oleh kemudahan mendapatkan (membeli) sepeda motor atau pun mobil. Namun, sebenarnya kalau diperdalam, itu juga dipengaruhi oleh mentalitas "cari gampang" dan juga karena pengaruh pola pikir.
Salah satu pola pikir yang sering kali muncul adalah perihal gengsi. Tak sedikit yang merasa gengsi untuk berjalan kaki pergi dan pulang kerja. Malu dengan rekan-rekan kerja yang lain yang memiliki sepeda motor atau pun berkendaraan mobil ke tempat kerja.
Daripada dipandang sebelah mata karena tak mengendarai kendaraan tertentu, lebih baik mencari cara untuk mendapatkan kendaraan tertentu. Walaupun hal itu dilakukan dengan cara kredit atau pun berutang.
Pola pikir gengsi itu pun dibarengi dengan mentalitas ikut tren dan suka melakukan perbandingan. Ketika ada kendaraan keluaran terbaru yang diperjualbelikan, ada kecenderungan untuk menggantikannya yang lama dengan keluaran yang terbaru tersebut.
Jadinya, ikut berlombah dengan tren tersebut dan mau menunjukkannya pada teman-teman kerja sehingga melupakan esensi dari hemat anggaran dan aktivitas berjalan kaki.
Aktivitas berjalan kaki pergi dan pulang ke kantor, pada satu sisi, itu bisa menjadi kesempatan berolahraga tak langsung. Apalagi kalau jaraknya waktu tempuhnya sampai 30 menit.
Memang, di satu sisi, kadang hal itu tak efektif apabila waktu tempuhnya sudah melewati satu jam lantaran itu bisa membuat kita capai saat tiba di tempat kerja. Kelelahan itu bisa saja menurunkan efektivitas bekerja. Belum lagi, kondisi tubuh yang berkeringatan sehingga membuat teman-teman kerja yang lain tampak tak nyaman.
Barangkali kita perlu mengatur strategi tertentu. Ada di mana, kita mesti berjalan kaki untuk jarak tempuh tertentu.
Misalnya, rumah kita terletak di sebuah kompleks perumahan. Angkutan umum hanya tiba di jalan masuk ke gang. Daripada mencari angkutan lain untuk mengantar kita sampai ke tempat kerja, lebih baik berjalan kaki.
Atau juga, kalau kita dijemput untuk pergi dan pulang bekerja. Barangkali penjemput hanya mengantar di titik tertentu lantaran selebihnya dilakukan dengan aktivitas berjalan kaki.
Selain itu, aktivitas berjalan kaki juga menghemat biaya. Uang yang seyogianya dipakai untuk membayar kendaraan atau pun mengisi bensin bisa dialihkan pada pos yang lebih bermanfaat. Di sini, selain secara fisik kita mendapatkan keuntungan, juga secara ekonomi kita pun terbantukan.
Ya, berjalan kaki menjadi salah satu alternatif saat melakukan perjalanan ke tempat kerja yang jaraknya terbilang "ramah" untuk fisik. Kalau memang terlihat sulit dilakukan, apa salahnya untuk mencari strategi tertentu agar aktivitas berjalan kaki itu tetap menjadi bagian dari keseharian.
Daripada kita mencari waktu untuk berolahraga dengan berjalan kaki, lebih baik kita mengintegrasikan kegiatan bekerja dengan aktivitas berjalan kaki. Jadinya, kita bisa untung secara fisik, keuangan dan sekaligus waktu harian kita.
Seyogianya kita tak perlu gengsi saat berjalan kaki ke tempat kerja. Kegiatan itu sebenarnya bisa memberikan banyak manfaat seperti aktivitas fisik dan juga hemat anggaran transportasi.Â
Â
Salam
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI