Meja makan (ruang makan) menjadi salah satu lokus penting dari konstruksi sebuah rumah. Umumnya, saat kita membangun rumah, kita selalu berpikir di mana ruang makan (meja makan) akan diposisikan.
Itu berarti bahwa kegiatan makan bersama menjadi bagian tak terpisahkan dari relasi hidup berkeluarga.
Makanya, kalau diperdalam, makan bersama itu seperti sebuah ritual. Ritual itu diawali dengan doa sebelum makan. Doa itu menandakan bahwa makanan yang tersaji dan kebersamaan yang tercipta tak terjadi kebetulan tetapi berkat peran Sang Pencipta.
Begitu pula, ketika mengakhiri jamuan makan bersama. Doa penutup makan tak jarang menjadi hal yang tak terlewatkan. Dengan ini, acara makan bersama dan meja makan menjadi tempat penting. Boleh dikatakan secara tak langsung meja makan menjadi tempat sakral.
Dengan ini, kesakralannya perlu terjaga. Doa setelah dan sesudah makan perlu dijaga dan dipraktikan secara regular.
Kesakralannya juga perlu diperkuat dengan percakapan atau pun pembahasan yang memberikan makna dan arti bagi anggota keluarga atau pun anggota komunitas yang terlibat makan bersama daripada pembahasan yang menciptakan persoalan dan sakit hati.
Oleh sebab itu, perlu menghindari topik-topik yang merusak kesakralan meja makan. Juga, perlu tahu mana topik yang bisa membangun keakraban dan mana topik yang malah merusak relasi di antara anggota di meja makan.
Beberapa pembahasan yang perlu dihindari di meja makan.
Â
Pertama, gosip.
Gosip bisa menjadi sumber dari masalah sosial. Itu bisa merusak relasi sosial. Itu bisa menjadi sebab dari keretakan dari keharmonisan. Itu bisa juga menjadi racun (toxic) pada pikiran dari pendengar.
Di meja makan, bergosip seyogianya dihindari. Apabila konteksnya meja makan keluarga, bergosip di antara anggota keluarga sekiranya tak terjadi. Itu bisa menjadi preseden buruk bagi anak-anak yang terlibat dalam makan bersama.
Bagaimana pun, anak yang mendengar gosip tertentu bisa saja meniru dan melakukan hal yang sama. Atau juga, itu bisa menanamkan pikiran negatif pada pikiran anak tentang orang atau pun keluarga tertentu yang sedang digosipkan.
Sama halnya jika makan bersama dalam konteks komunitas pertemanan. Harus diakui tak semua orang nyaman ketika berada bersama dan kebersamaan itu dibumbui dengan gosip.
Alih-alih makan bersama untuk menguatkan pertemanan dan persaudaraan, itu malah menjadi rusak lantaran ada yang bergosip sebagai bagian pembicaraan di meja makan. Akibatnya, makna makan bersama bisa rusak dan citra meja makan sebagai tempat bersaudara tercederai.
Oleh sebab itu, sebisa mungkin untuk menghindari percakapan yang berbau gosip di meja makan. Biarkanlah meja makan sebagai tempat untuk berbicara tentang hal-hal yang baik.
Â
Kedua, koreksi kesalahan anggota keluarga atau pun teman makan.
Meja makan menjadi tempat pertemuan antara anggota keluarga dan komunitas. Barangkali karena kesibukan tertentu anggota rumah kerap berada di tempat terpisah. Seperti misal orangtua pergi bekerja dan anak ke sekolah.
Meja makan bisa menjadi tempat yang bisa mempersatukan anggota keluarga. Di sini, penekanan makan bersama sebagai sebuah keluarga sangatlah penting lantaran itu menjadi momen untuk menguatkan persaudaran dan kekeluargaan.
Oleh sebab itu, upaya untuk membangun persaudaraan itu tak boleh dirusak oleh penyudutan salah satu anggota keluarga dengan kata-kata atau pun koreksi tertentu. Momen makan bersama bukan sebagai tempat untuk memberikan koreksi dan penilaian pada sikap anak atau pun pasangan.
Bagaimana pun, rasa (nafsu) untuk makan bisa berjalan dengan baik apabila kondisi tubuh berada dalam keadaan tenang. Sebaliknya, nafsu makan menjadi rusak terjadi ketika ada kata-kata kasar dari orangtua atau pasangan untuk pasangan. Pastinya, momen makan bersama menjadi rusak.
Saya pernah melakukannya. Gegara kemarahan tak tertahankan dengan anggota rumah, saya memberikan nasihat kepada anggota rumah yang melakukan kesalahan tersebut.
Tak disangka nasihat saya malah menyebabkan yang bersangkutan terluka. Sejak itu, dia tak lagi mau makan bersama dengan saya. Itu menjadi pelajaran bagi saya bahwa momen makan bersama seyogianya tak menjadi kesempatan untuk mengoreksi teman yang lagi makan bersama.
Oleh sebab itu, kesakralan meja makan tak boleh dirusak oleh kritik dan koreksi pada pribadi seseorang. Lebih baik hal itu (nasihat dan koreksi) tersampaikan ketika sudah selesai makan bersama.
Â
Ketiga, agama dan politik.
Dua topik yang juga sekiranya tak dibicarakan di meja makan, hemat saya, adalah urusan agama dan politik. Pernah saya menyaksikan dua orang berdebat tentang pilihan politik mereka sewaktu berada di meja makan.
Gegara perdebatan itu tak sampai pada titik temu, keduanya pun bersilat lidah hingga menyerang secara pribadi. Perdebatan itu tak hanya mempengaruhi selera makan di antara kedua belah pihak, tetapi juga orang-orang yang meyaksikan perdebatan tersebut.
Hal itu menjadi salah satu contoh bahwa diskusi dan debat tentang politik dan agama seyogianya tak terjadi di meja makan. Itu bisa merusak situasi dan momen makan bersama. Juga itu bisa menghancurkan kesakralan meja makan sebagai tempat untuk berbagi kisah dan merasakan kebersamaan sebagai keluarga.
Meja makan menjadi bagian tak terpisahkan dari konstruksi rumah kita. Itu bisa berarti bahwa meja makan bukanlah sekadar tempat dalam arti fisik, tetapi itu juga bisa berarti momen untuk berbagi kisah bermakna yang saling menguatkan dan memberi inspirasi.
Â
Salam
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI