Ketiga, Â Perlakuan yang sama untuk setiap bawahan
Pimpinan seyogianya berada pada titik netral di antara para bawahan. Dalam arti, dia  tak memihak salah satu individu dan/atau kubu, atau pula menghindari favoritisme di antara para pekerja. Tiap pekerja mesti diperlakukan secara sama.
Perlakuan yang sama ini tentu juga berlandaskan pada aspek kompetensi dari setiap pekerja. Pekerja yang berprestasi mesti dihargai dan kalau boleh dipromosi ke jabatan tertentu.Â
Asas ini diperlakukan untuk setiap pekerja tanpa pandang latar belakang tertentu. Tujuannya, agar iklim ruang menjadi tempat yang fair bagi para pekerja untuk bersaing secara kompetitif.
Tujuan lebih jauhnya tentu saja pada kinerja tempat kerja secara umumnya. Ketika setiap pekerja bersaing secara sehat, rasional, dan efektif, kinerja tempat kerja juga bisa berjalan efektif dan efesien.
Oleh karena itu, peran pemimpin dalam memberlakukan para pekerja secara sama sangatlah signifikan. Tak ada yang ditepikan dan dipinggirkan, dan tak ada pula yang didiskiriminasikan. Setiap pekerja diperlakukan secara sama seturut ketentuan-ketentuan yang berlaku di tempat kerja.
Peran pimpinan di tempat kerja sangatlah penting dalam menjauhi toksik baru seperti realitas quiet quitting.Â
Pasalnya, pemimpin itu mempunyai otoritas sekaligus kekuatan yang bisa mengarahkan dan menggerakan roda tempat kerja. Ketika pimpinan menjadi nahkoda yang tak memakai kompas yang tepat, laju di tempat kerja bisa terombang-ambing, dan bahkan tersesat. Tak ayal, ada pekerja yang memilih untuk berhenti daripada bertahan di tempat kerja yang tidak nyaman.
Sebaliknya, saat pemimpin menjadi nahkoda yang tahu memanfaatkan kompas dengan baik, laju dan kinerja di tempat kerja bisa berjalan lancar. Walau ada badai dan tantangan, para pekerja tak begitu terpengaruh, karena memang dibekengi oleh sistem kerja yang kuat dan kokoh.
Salam