Tepat pukul 08.43 pagi ketika sebagian besar masyarakat sementara sibuk memulai rutinitas harian, tiba-tiba goncangan kuat muncul. Gempa bumi. Â
Saya sendiri sementara berada di kamar dan baru selesai mengirimkan salah satu artikel ke Kompasiana.Â
Goncangannya cukup kuat. Beberapa botol minuman yang saya tempatkan di atas rak buku satu per satu jatuh. Pecah tak karuan.Â
Kebetulan kamar saya berada di lantai dua. Alih-alih mau mencari cara penyelamatan pertama dengan tinggal di bawah meja belajar, saya malah merasa cemas karena goncangannya cukup kuat dan agak lama.Â
Lari keluar dari kamar dan menuju lantai dasar adalah pilihan terakhir. Ambil resiko tanpa berpikir konsekuensi lanjutnya.Â
"Gempa bumi", teriak masyarakat yang perlahan-lahan keluar dari rumah mereka.Â
Kebetulan di depan tempat tinggal saya terdapat lapangan basket tanpa atap. Tempat itu pun menjadi tempat berkumpul dari banyak orang.Â
Lalu, jalanan mulai dipenuhi orang-orang dan kendaraan. Sebagian besar ada yang datang mau melihat kondisi keluarga dan rumah mereka. Â
Begitu kuatnya goncangan gempa hingga bel gereja juga ikut berbunyi. Salib yang terbuat dari semen di puncak gereja ikut patah. Beberapa jendela kaca gereja pecah.Â
Hal yang sama juga terjadi dengan beberapa rumah penduduk dan tempat bisnis. Keretakan di beberapa tempat tak bisa dihindari.