Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Keluarga Tidak Retak Walau Pilihan Berbeda di Pilkada

19 Oktober 2020   15:45 Diperbarui: 19 Oktober 2020   15:50 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pilkada. Sumber foto: Kompas.com

Pemilihan Umum (Pemilu) menghadirkan dinamika tersendiri dalam kehidupan sosial. Sebuah kampung bisa saja bersatu karena faktor kandidat politik. Misalnya, salah satu calon yang maju dalam kontestasi berasal dari kampung itu. 

Sebaliknya juga, kampung itu bisa saja terpecah jika terjadi perbedaan pandangan tentang para calon. Ada yang membelot dan tidak mau mengikuti suara mayoritas di kampung.

Situasi ini juga masuk dalam ranah keluarga. Terlebih khusus, keluarga yang anggotanya sudah mempunyai hak pilih. Pastinya, setiap anggota keluarga mempunyai pilihan berdasarkan pertimbangan masing-masing.

Saya masih ingat di salah satu momen Pilpres. Ibu dan adik saya berbeda pilihan di antara para calon. Adik saya lebih memilih seorang sosok yang baru muncul ke permukaan tetapi sudah membuat gebrakan baru. 

Sementara itu, ibu saya memilih seorang sosok yang bertubuh tegap. Baginya, Indonesia butuh orang yang tegas, dan bukannya seorang yang lembut.

Perdebatan cukup panjang. Perdebatan berakhir ketika masing-masing pihak pun sepakat untuk melihat hasil akhir di pilpres. Calon yang dijagokan adik saya menang. Walau demikian, situasi keluarga tetap adem. Persatuan tidak retak hanya karena perbedaan politik. 

Barangkali situasi Pilpres kurang terlalu menantang. Pilkada memberikan situasi yang sangat berbeda. Pasalnya, para calon yang bertarung bisa saja mantan orang sepekerjaan dan seorang yang sekampung. Apalagi jika mereka mempunyai ikatan kekeluargaan tertentu. 

Perbedaan pendapat sangat sulit dihindari. Setiap pihak bisa mempertahankan masing-masing calon. Orangtua bisa saja mendukung paket yang sangat berseberangan dengan anak-anak. Anak-anak juga bisa mempengaruhi dan bahkan meminta orangtua untuk mengikuti pilihan mereka. 

Perbedaan pendapat seperti ini adalah hal yang normal dalam konteks negara demokrasi. Malah ini bisa menunjukkan kedewasaan dalam berpolitik. Dalam mana, setiap orang mampu menentukan pilihan politik dan berdiri pada pilihan politiknya sendiri. Sangat tidak terlalu sedap kalau anggota keluarga hanya membeo pada satu suara. 

Di balik perbedaan ini, kesatuan sebagai sebuah keluarga sekiranya tetap dijaga. Walau berbeda secara politik, situasi keluarga tetap akur dan bersatu. Paling tidak, tidak ada keretakan relasi di antara anggota keluarga.  

Betapa tidak, tidak sedikit orang yang terjebak pada perbedaan politik yang merusakan persatuan keluarga. Gara-gara orangtua tidak sependapat dengan pilihan politik, orangtua dan anak-anak tidak berkomunikasi dengan baik.

Pernah saya melihat ketika seorang anak yang pilihan politiknya tidak diakomodir oleh orangtuanya. Sewaktu orangtuanya melakukan acara keluarga, anak itu tidak datang sama sekali. Ini berarti luka politik telah memengaruhi relasi di dalam keluarga.

Situasi seperti ini bukanlah wajah dari demokrasi. Malah, ini  menunjukkan sikap tidak dewasa dalam menghadapi perbedaan politik yang terjadi. 

Seyogianya, setiap orang harus siap menghadapi perbedaan politik. Hal ini pun harus diterima di dalam kehidupan berkeluarga. Orangtua dan anak-anak boleh berbeda dalam pilihan politik, persatuan di antara anggota keluarga tetap terjaga. 

Bahkan perbedaan itu bisa menjadi bahan diskusi politik di dalam keluarga. Setiap anggota keluarga bisa mengemukan pendapat di balik perbedaan itu.

Dengan ini pula, seseorang memilih kandidat tertentu bukan karena faktor kedekatan dan latar belakang semata. Akan tetapi, itu terlahir karena pertimbangan pada program yang ditawarkan oleh para calon politik. Semakin berbobot diskusi di antara anggota keluarga, hidup berpolitik di sebuah keluarga pun terbangun. 

Pada akhirnya, perbedaan adalah hal yang lumrah. Anak berbeda pilihan politik dengan anak bukanlah masalah, begitu pun sebaliknya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun