Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Tahukah Kamu? Titipan Oleh-oleh Itu adalah "Beban Batin" untuk Traveler

10 November 2019   08:47 Diperbarui: 13 November 2019   20:44 3196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengunjung di antara tumpukan kain songke.(Kompas.com/SHERLY PUSPITA)

Ada pelbagai alasan kita melakukan sebuah perjalanan. Misal, ada yang melakukan travel karena mempunyai kemampuan finansial yang berlimpah. Ini adalah jenis traveler yang pergi dari satu tempat ke tempat yang lain, tanpa persoalan biaya. Bahkan soal belanja di tempat-tempat yang dikunjungi itu pun bukanlah masalah.

Ada yang travel karena hal itu adalah bagian dari hobi. Karena itu adalah hobi, perencanaannya tidak asal-asalan. Kalau finansial hanya pas-pasan, pasti menabung adalah pilihan. Tempatnya pun diseleksi dengan baik agar travelnya tidak akan terkesan membuang uang.

Ada juga yang travel karena bagian dari pekerjaan. Segala sesuatunya ditanggung oleh agen, perusahan atau badan apa pun yang mengakomodasi perjalanan travel tersebut. Keuntungannya, uang saku sendiri tidak keluar.

Mungkin uang saku itu terpakai saat membelanjakan barang-barang yang diinginkan untuk kepentingan pribadi dan oleh-oleh untuk orang-orang tertentu.

Dari pelbagai macam alasan kita melakukan travel, kita juga berhadapan dengan orang-orang yang selalu mengharapkan sesuatu dari perjalanan kita itu. Umumnya, mereka mengharapkan oleh-oleh tertentu dari tempat tujuan dari perjalanan kita.

Bahkan pengalaman dan cerita kita kadang tidak bernilai di telinga mereka kalau kita tidak memberikan oleh-oleh selepas perjalanan kita. Tidak jarang juga, ada yang lebih berpesan oleh-oleh saat kita pergi melakukan travel daripada mengucapkan kesuksesan untuk perjalanan kita itu.

Kalau secara finansial kita mampu untuk mengabulkan pesanan oleh-oleh mereka, hal itu bukan menjadi persoalan. Tetapi kalau secara finansial kita hanya melakukan travel dengan anggaran pas-pasan, kegiatan travel itu pun bisa menjadi beban batin.

Pesan Oleh-oleh, Travel Menjadi Beban batin
Barangkali kita pernah dipesankan oleh-oleh saat kita melakukan perjalanan ke suatu tempat. Lantas, apa reaksi kita? Tidak ada yang salah dengan hal itu. Apalagi kalau kita mempunyai kedekatan tertentu dengan orang yang melakukan perjalanan.

Secara pribadi, saya mengatakan "Ya" untuk pesanan itu tetapi di balik jawaban itu terasa ada beban batin. Iya kalau pesanan itu bisa terjangkau oleh kemampuan finansial kita. Tetapi kalau tidak? Tentu saja "titipan" itu bisa menjadi beban tersendiri di dalam batin.

Beban batin itu juga muncul karena memikirkan oleh-oleh apa yang tepat untuk orang yang memesannya. Kita juga bingung karena belum tentu apa yang kita pilih menjadi pilihan dari pemesan.

Boleh jadi dia menerima oleh-oleh yang kita berikan, tetapi di balik itu dia tidak menyukainya dan kemudian meminggirkannya pada salah satu pojok di rumahnya.

Atau juga, dia berkomentar tentang kualitas dan jumlah dari pemberian kita itu. Tentunya, hal ini sangat menyakitkan hati kita yang memberikan oleh-oleh.

Beban batin juga muncul saat anggaran finansial kita itu cukup untuk perjalanan saja. Kita menjadi bingung bagaimana kita membagi anggaran untuk perjalanan dan membeli oleh-oleh untuk orang yang memesan.

Salah satu alternatif adalah membeli sovenir yang berharga murah dan sederhana. Tujuannya hanya untuk memuaskan harapan dari pemesan.

Meski demikian, setiap orang mempunyai selera yang berbeda-beda. Apalagi kalau ada yang mempunyai ekspetasi lebih pada pemberian kita.

Dia membayangkan oleh-oleh yang luar biasa tetapi yang diberikan adalah sesuatu yang sederhana. Harapan tidak sesuai kenyataan bisa berbuah pada ketidaksukaan pada pemberian kita itu.

Bukannya saya tidak setuju dengan permintaan pada oleh-oleh. Tetapi permintaan dan pesanan itu mesti mempertimbangkan situasi dari orang-orang yang melakukan travel.

Bisa jadi, kita hanya tahu meminta tetapi pada kenyataannya anggaran dari yang melakukan melakukan travel sangat terbatas. Dengan ini, secara tidak langsung kita hanya membebankan perjalanan dari orang itu.

Solusi: Tidak Boleh Meminta Oleh-oleh
Hemat saya, meminta oleh-oleh kepada yang melakukan travel bukanlah sikap yang bijak. Kalau memang orang yang melakukan travel tahu dan mengingat relasi di antara satu sama lain, pastinya dia akan memberikan sesuatu dari perjalanannya.

Pasti orang membawa oleh-oleh karena ada kesan tersendiri dari perjalanannya dan kesan bagi penerima. Lewat oleh-oleh itu, dia ingin membagi apa yang dialaminya dari perjalanannya.

Tetapi kalau orang itu tidak memberikan oleh-oleh dari perjalanannya, hal itu sekiranya tidak menjadi alasan untuk tidak menghargai perjalanan dari pemberi oleh-oleh. Bisa saja, dia mempunyai alasan tersendiri yang tidak memungkinkan dia membeli oleh-oleh untuk kita.

Selain itu, relasi kita juga tidak boleh diukur dengan oleh-oleh. Oleh-oleh memang penting, tetapi hal itu bukanlah satu-satunya untuk menunjukkan kualitas dari relasi di antara kita.

Yang paling penting adalah relasi yang terbangun tanpa pertimbangan untung-rugi dan pertimbangan untuk memberi dan menerima.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun