Mohon tunggu...
Dongeng Kopi
Dongeng Kopi Mohon Tunggu... Berbiji baik, tumbuh baik!

Kedai Kopi yang terintegrasi dengan Taman Baca Alimin, serta Rumah Sangrai yang menghasilkan aneka kopi biji dan bubuk. Ruang paling pas untuk buku, kopi dan komunitas. Hadir di Sasana Krida Dongeng Kopi Roastery, dusun Dalangan, Tirtomartani, 700 meter dari Candi Kedulan, 5 Kilometer dari Candi Prambanan. Ada di Sleman Jogjakarta

Selanjutnya

Tutup

Joglosemar

Menjejak Rasa dari Sumbing, Menapak Rasa dari Bardiman

12 Oktober 2025   13:21 Diperbarui: 12 Oktober 2025   13:55 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mural di Dongeng Kopi Gorongan 2015. Saat ini Dongeng Kopi berada di Dalangan, Kalasan. Dok. DK

Sebelah timur Sleman, di dusun Dalangan, Tirtomartani, Kalasan, diantara candi candi tegak berdiri, aroma kopi dari lereng Sumbing menembus sore yang lembap. Di balik kepulan asap sangrai, tersimpan kisah tentang tangan-tangan yang bekerja sunyi di gunung dan kesadaran yang tumbuh pelan di kota.

Aroma yang Menguar di Dalangan

Pada petak ukuran delapan kali delapan dapur panggang Sasana Krida Dongeng Kopi Roastery, Ayuri Murakabi menatap jarum suhu yang merangkak pelan, seperti nasib petani di gunung yang naik sedikit demi sedikit selepas kenaikan harga kopi beberapa waktu belakangan. Beberapa detik lagi, biji-biji kopi dari Sumbing mencapai titik sempurna antara matang yang pas atau bablas.
Ia menarik tuas, dan letupan kecil terdengar, mengabarkan bahwa perjalanan panjang biji kopi dari lereng kini berakhir di tungku rendang Kalasan.

"Petani sudah mandi keringat di gunung," katanya perlahan. "Tugas kami memastikan peluh itu tidak menguap begitu saja."

Ayuri bukan cuman peracik rasa. Ia perantara antara tanah dan cangkir, antara kerja keras dan kesadaran.
"Kalau salah sangrai," katanya lagi, "dedikasi hari hari mereka bisa tamat di sini."

Petani dari Lereng yang Tak Pernah Mengeluh

Di kaki Sumbing, Bardiman sudah bangun sebelum ayam berkokok. Kabut masih menempel di daun kopi, dingin seperti sisa doa malam. Ia memeriksa ranting satu per satu, mengusap daun seolah berbicara dengan makhluk hidup yang mudah tersinggung.

"Kopi ini sangat aleman," katanya sambil tersenyum. "Sehari saja tak disiram, rasanya bisa berubah."

Negeri ini punya lebih dari sejuta hektar kebun kopi, tapi hampir semuanya ditanam oleh petani kecil seperti Bardi.
Mereka menanam, memetik, mengeringkan, lalu menunggu tengkulak datang dengan harga yang tak bisa mereka tentukan.

Harga biji basah sempat naik sampai lima belas ribu per kilogram. Tapi setelah disangrai dan dikemas di kota, harganya melonjak menjadi dua ratus lima puluh ribu. Di kedai yang sekarang banyak mendaku sebagai slow bar, secangkirnya bisa dijual tiga puluh lima ribu. Angka-angka itu seperti lelucon yang tak lucu, tapi Bardi tetap tersenyum, mungkin karena hanya itu yang tersisa untuk ia miliki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Joglosemar Selengkapnya
Lihat Joglosemar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun