Pencegahan dan Penanganan BPD dalam Konteks Pendidikan
Pendidikan, khususnya di lingkungan sekolah dan kampus, dapat ikut berperan dalam dalam mendeteksi dan mencegah berkembangnya gejala BPD. Meskipun secara umum lembaga-lembaga pendidikan memiliki keterbatasan dalam mendiagnosis dan menangani BPD, namun dapat diupayakan suatu program pencegahan yang relevan untuk menghindari BPD. Hal ini dapat dilakukan dengan merancang suatu program atau kurikulum yang terintegrasi dengan pembelajaran emosional. Salah satu contohnya adalah desain pembelajaran emosional dan sosial (Social-Emotional Learning/SEL). Â Hal ini dapat membantu siswa mengenal dan mengelola emosi secara sehat, membangun empati dan hubungan interpersonal yang sehat dan mengembangkan self-awareness dan self-regulation.Â
Merancang dan menerapkan model sekolah atau kampus inklusif yang ramah bagi semua warga sekolah pun dapat dibuat dan diterapkan. Menciptakan lingkungan yang penuh empati dan pengakuan terhadap perasaan siswa maupun mahasiswa dapat mencegah berkembangnya pola interaksi yang maladaptif. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa lingkungan invalidatif, yang mengabaikan, merendahkan, mengejek/menghina, atau menyepelekan emosi peserta didik diyakini menjadi salah satu faktor penyebab BPD. Para pendidik perlu mengenal tanda-tanda awal gangguan emosi dan kepribadian, serta perlu memahami cara merespons peserta didik yang emosinya tidak stabil tanpa mempermalukan atau menghakimi, kemudian menerapkan pendekatan yang sensitif trauma (trauma-informed approach).
Jika ada siswa yang menunjukkan gejala BPD (misalnya perubahan emosi ekstrem, ketakutan ditinggalkan, atau perilaku impulsif), maka diperlukan langkah penanganan yang tepat. Beberapa langkah penanganan yang dapat dilakukan pihak sekolah/kampus antara lain menyediakan layanan konseling individual guna membantu siswa mengenal pola pikir dan perasaannya, membangun komunikasi yang sehat antara lembaga pendidikan dan orang tua untuk memastikan dukungan sosial-emosional yang cukup. Dalam kasus yang lebih serius, lembaga pendidikan dapat memberikan rekomendasi penanganan kepada profesional, misalnya psikolog atau psikiater, jika kondisi membutuhkan intervensi lebih lanjut.
Sekolah/kampus perlu dijadikan sebagai tempat aman. Harus menjadi ruang di mana siswa merasa dihargai, didengar, dan tidak dihakimi. Hal lain yang dapat dilakukan adalah mengedukasi peserta didik dan pendidik tentang gangguan kepribadian dan kesehatan mental agar stigma terhadap siswa dengan kondisi seperti BPD berkurang. Dukungan teman sebaya bisa sangat membantu dalam meningkatkan rasa memiliki dan menurunkan rasa keterasingan.
Dalam konteks pendidikan, pencegahan BPD berakar pada penguatan karakter emosional, lingkungan yang validatif, dan pendidikan yang berorientasi pada kesejahteraan mental siswa. Sedangkan penanganannya memerlukan kolaborasi antara guru, konselor, keluarga, dan tenaga profesional. Semakin dini intervensi dilakukan, semakin besar peluang untuk mencegah berkembangnya gangguan kepribadian yang lebih parah di masa dewasa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI