Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) memiliki keistimewaan yang jarang dimiliki daerah lain di Indonesia.Â
Wilayah kepulauan yang berbatasan langsung dengan Singapura dan Malaysia ini telah ditetapkan sebagai daerah bebas rabies secara historis. Status tersebut ditegaskan melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor 240/Kpts/PD.650/4/2015 tentang Pernyataan Provinsi Kepulauan Riau Bebas dari Penyakit Anjing Gila (Rabies).
Bagi sebagian orang, mungkin muncul pertanyaan: "Kalau bebas rabies, kenapa di Kepri tidak ada vaksinasi rabies seperti di daerah lain?" Pertanyaan ini wajar, karena di banyak provinsi lain vaksinasi rabies menjadi program rutin pemerintah untuk mencegah penyebaran virus mematikan tersebut.Â
Namun, khusus untuk Kepri, kondisi yang berbeda justru membuat program vaksinasi tidak diperlukan.
Menurut penulis, selain hasil kajian dari para ahli yang pernah dilakukan, ada lima alasan utama mengapa di Provinsi Kepri tidak ada vaksinasi rabies, sekaligus menggambarkan bagaimana status bebas rabies ini bisa bertahan hingga sekarang.
Pertama, Status Resmi Bebas Rabies
Hal pertama yang perlu dipahami adalah bahwa Kepri sudah diakui secara resmi oleh pemerintah pusat sebagai provinsi bebas rabies.Â
SK Menteri Pertanian Nomor 240/Kpts/PD.650/4/2015 adalah dokumen hukum yang menyatakan hal itu. Pengakuan ini tidak keluar begitu saja, melainkan berdasarkan hasil surveilans, laporan kesehatan hewan, serta fakta bahwa memang tidak ada kasus rabies yang pernah terdeteksi di wilayah ini.
Ketika suatu daerah sudah dinyatakan bebas rabies, maka kebijakan vaksinasi massal terhadap hewan penular rabies (HPR) seperti anjing, kucing, dan kera menjadi tidak selalu relevan.Â
Vaksinasi biasanya dilakukan di wilayah tertular atau wilayah yang berada dalam risiko tinggi. Sementara Kepri, dengan status "bebas", tidak memerlukan vaksinasi karena memang tidak ada virus rabies yang beredar di dalam wilayahnya.