Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Sabtu dan Minggu: Menyoal Arah Keduanya

9 April 2022   13:52 Diperbarui: 9 April 2022   15:32 652
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://s.kaskus.id/images/2016/02/14/7495506_201602140159100543.png

Sabtu adalah hari ketujuh. Hari terakhir dalam putaran hari-hari per minggunya. Setelahnya, urutan hari-hari akan kembali dari Ahad (Minggu) sebagai hari yang pertama dan seterusnya sampai tuntas satu bulan.

Sebuah Pertanyaan Menggoda

Ada sebuah pertanyaan sederhana yang begitu menggelitik tentang hari. Saya hampir yakin sebagian pembaca pernah menjumpainya. Pertanyaannya kurang lebih sebagai berikut: "Mengapa dari Sabtu ke Minggu berjarak satu hari sedangkan dari Minggu ke Sabtu berjarak enam hari? Mengapa tidak sama?"

Barangkali seringkalinya yang ditanyakan adalah jarak dari Minggu ke Senin dan sebaliknya. Akan tetapi karena pada prinsipnya sama, hemat saya penggantian menjadi Sabtu ke Minggu secara esensial akan tetap sama. Adapun alasan pemilihan Sabtu untuk dijadikan pertanyaan karena saat tulisan ini dibuat bertepatan dengan hari tersebut.

Terdapat beragam jawaban berkenaan dengan pertanyaan di atas mulai dari yang logis matematis, pragmatis sampai psikologis. Tentu saja selalu ada jawaban yang super santuy khas warganet. Dan saya tidak akan membahas jawaban-jawaban tersebut satu per satu. Kita bisa menemukannya di Quora, Brainly atau Google secara umumnya.

Deratan hari-hari dalam tiap minggu bersifat sirkular. Seperti halnya deretan angka 1 sampai 12 pada jam. Berputar searah dan melingkar. Tidak linear. Oleh sebab itu, tidak seperti dalam sebuah deret linear---yang mana dari satu titik ke titik lainnya bisa bolak-balik dengan jarak yang sama---dalam deret sirkular ia harus melingkar menempuh satu putaran yang searah dan itu pun hanya untuk tiba di sebuah titik bayangnya. Layaknya dalam sebuah spiral, kita tidak pernah akan kembali ke satu titik yang sama kecuali kita berputar arah.  

Misalnya hari Sabtu ini. Kita sebut saja, Sabtu di akhir siklus M-2 April (baca: minggu kedua April). Untuk tiba titik Minggu (M-3 April), karena searah dengan putaran hari-hari maka tempuhannya hanya satu hari. Sementara bila kita balik dari Minggu (M-3 April) ke Sabtu (M-2 April), maka itu artinya membalikan arah putaran. Dan itu sama saja artinya dengan kembali ke masa lalu. Sejak kita tidak bisa kembali ke masa lalu dalam siklus mingguan kita, maka artinya kita hanya akan bertemu dengan Sabtu dalam siklus mingguan realtime kita (M-3 April) yang jaraknya 6 hari. Secara matematis sederhana Sabtu-Minggu (a) = 1 hari, sementara Minggu-Sabtu (b) = 6 hari. Jadi, tentu saja a < b.

Itulah mengapa akhir pekan serasa melayang cepat bila dibanding rentangan hari dari Minggu menuju Sabtu. Simpati pada akhir pekan inilah nampaknya yang melahirkan keluhan I don't like Monday.

Di Balik Dua Kaidah yang Berlawanan

Dalam ilmu sejarah ada dua kaidah yang seakan saling meniadakan. Pertama adalah kaidah bahwa sejarah itu berulang. Sementara yang kedua bahwa sejarah itu bersifat unik. Jalan tengah dari kedua kaidah tersebut adalah sejak di dunia ia terlarang adanya keterulangan yang persis sama (einmalig), maka yang ada hanyalah kemiripan atau keserupaan peristiwa (history repeats itself).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun