Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Belajar dari Satu Huruf

8 Mei 2021   10:46 Diperbarui: 28 Juni 2021   08:07 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.nihad.me/arabic-alphabet/

Kata Ramadan terdiri dari tiga huruf utama, yakni: ra, mim  dan dhad.  Uniknya demikian juga halnya dengan Ramadan. Bulan ini terbagi ke dalam tiga bagian atau puluhan: pertama, kedua dan ketiga.

Ketiga huruf tersebut, yakni ra, mim dan dhad seolah menggambarkan tiga bagian di atas. Huruf ra untuk puluhan rahmah (kasih sayang),  mim untuk puluhan  maghfirah (ampunan), dan dhad untuk puluhan ketiga najah atau ’itqun minan-nar (keselamatan dari api neraka). Bila ra untuk rahmah dan mim untuk maghfirah dirasakan konsisten dan make sense, tapi bagaimana halnya dengan dhad bila dipadankan dengan najah atau ’itqun minan-nar? Mengapa tidak konsisten?

Huruf dhad saya ajukan secara hipotetis sebagai singkatan dari ridha sebagaimana kita menyingkat shalawat kepada Nabi saw. dengan huruf shad. Lalu apa hubungan antara kata ridha dengan keselamatan dari api neraka?

Secara awam kita bisa mengetahui bahwa tujuan dari ibadah adalah mencari keridhaan Allah SWT. Nah, bukankah surga adalah puncak dari perwujudan ridha Allah SWT? Dan bukankah keridhaan Allah SWT akan mendorong sifat Rahmaniyah-Nya untuk menyelamatkan bahkan para pendosa dari  neraka? Inilah makna dari 'itqun minan-nar.

Keistimewaan Huruf Dhad

Sekarang mari kita berkenalan lebih jauh dengan huruf dhad!

Huruf dhad adalah huruf tersulit pengucapannya dalam bahasa Arab. Tidak ada bahasa lain yang memiliki huruf ini. Untuk itu pulalah bahasa Arab disebut Lughah al-Dhad (Bahasa Dhad) dan bangsa Arab disebut Ahl al-Dhad atau Mutakallim al-Dhad yang maksudnya adalah pengucap huruf dhad.

Keberadaan huruf dhad semakin mengukuhkan bahasa Arab sebagai bahasa yang istimewa. Posisi istimewa bahasa di satu sisi memang merupakan fakta yang tidak bisa dibantah. Salah satunya, Allah SWT telah memilih bahasa Arab sebagai bahasa Kitab terakhir-Nya, yakni Al-Qur'an.  Namun, di sisi lain sebagian dari para penutur bahasa ini terlalu berlebihan. Mereka sangat memfavoritkan hadits yang menyatakan bahwa bahasa ahli surga adalah bahasa Arab. Malah, meski tidak seterbuka hadits sebelumnya, mereka punya riwayat yang menyatakan kalau bahasa ahli neraka adalah bahasa Persia. Tentu saja sikap bijak dan tawasuth sangat diperlukan. Sebab, bila hadits yang pertama diperdebatkan oleh para ulama sebagai dha’if, maka hadits yang terakhir dipastikan maudhu’.

Sala satu turunan dari mental superior penutur dhad ini  adalah kebiasaan merundung bangsa lain sebagai tidak mampu mengucapkan dhad dengan benar. Tapi benarkah bahwa mereka, para punutur asli bahasa Arab saat ini, adalah pengucap dhad yang benar sebagaimana Nabi saw. mengucapkannya?

Sungguh mengejutkan. Pengucapan dhad yang sekarang berkembang dan dianggap sebagai arus utama  ternyata berbeda dengan yang dilafalkan oleh Nabi saw. Teori fonologi modern yang merujuk kepada pendapat Sibawayh (760-796) menunjukkan bahwa tradisi pembacaan huruf dhad yang benar justru hidup dan dipertahankan di kawasan Persia dan India. Ciri utama proto-dhad (dhad yang konon diucapkan oleh Nabi dan para sahabat beliau) adalah bersifat rikhwah. Maksudnya adalah udara tetap bisa keluar saat bunyi huruf ini dimatikan (diwaqafkan). Berbeda sekali dengan neo-dhad yang bersifat syiddah dengan ciri udara tidak bisa keluar saat huruf tersebut diwaqafkan. Sebagai catatan tambahan, semua huruf qalqalah termasuk huruf syiddah. Sementara dhad selain disepakati oleh para ahli tajwid tidak termasuk huruf qalqalah, juga tidak termasuk huruf syiddah. Ini artinya, seharusnya dhad termasuk huruf rikhwah. Jadi secara teori terbukti pelafalan yang dibanggakan para perundung itu tidak benar.

Lalu bagaimana sebenarnya pengucapan huruf dhad yang benar?  Secara sederhana, pengucapan dhad lebih dekat kepada zha daripada dal yang ditebalkan sebagaimana yang lazim kita dengar sekarang dari para qari mainstream. Kebalikannya, tradisi yang benar  justru masih bertahan dan hidup di kawasan Iran dan Indo-Pakistani sekarang ini. Jadi bolehlah disebutkan  bahwa kini yang dianggap mutakallim al-dhad adalah mereka yang dulu dirundung sebagai tidak fasih. Tulisan Kholili Kholil berjudul Benarkah Huruf Dhad Sekarang Berbeda dengan Zaman Nabi? di alif.id sangat menarik untuk dikaji. 

Menurut Tulaib Zafir dari Universitas Harvard adalah Mesir yang bertanggung jawab atas putusnya sanad pelafalan proto-dhad. . Besarnya peran Mesir dalam mempopulerkan bacaan Al-Qur’an tergambar dalam kata-kata masyhur: The Quran was revealed in Mecca, recited in Egypt and written in Istanbul. Sementara Marijn Van Putten dari Universitas Leiden menyatakan bahwa pengucapan huruf dhad sebagaimana yang diucapkan oleh Nabi saw  mulai hilang dari kalangan Arab abad ke-15/16 Masehi

Mengakhiri akhir tulisan ini, izinkan saya menikmati sedikit kebebasan untuk menarik benang merah bahwa inilah rahasia di balik mengapa huruf ke-3 penyusun Ramadan  yakni dhad tidak sekonsisten kedua huruf lainnya: ra dan mim.  Dan untuk adilnya, saya  memberikan kebebasan kepada para pembaca untuk ‘nyinyir’ dan menganggap ini sebagai 'cocokologi'. (Saya menyebutnya cocokologi--bukan cocoklogi seperti yang umum kita temukan--dengan mengacu pada kaidah baku seperti pada kata psikososial atau Indo-Pakistani)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun