Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Konservator Museum Nasional Menangani Benda Bernilai Sejarah Tinggi

21 November 2016   06:02 Diperbarui: 26 November 2016   07:21 649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Istilah cagar budaya (CB) pastinya masih terasa asing di telinga orang awam. Boleh dibilang hanya orang-orang yang menekuni dunia kepurbakalaan yang memahami istilah ini. CB meliputi benda, bangunan, situs, struktur, dan kawasan. Koleksi museum, sebagaimana museum yang lazim dikenal, umumnya berupa benda cagar budaya (BCB). BCB bisa disamakan dengan ’barang antik’ atau ’benda kuno’. 

CB terbagi ke dalam dua kategori. Pertama, benda bergerak, contohnya keramik dan keris. Kedua, benda tak bergerak, misalnya candi dan keraton. Sebagai warisan budaya masa lampau, BCB tentunya wajib dilestarikan, terutama BCB koleksi museum. Soalnya adalah benda-benda masa lalu yang merupakan BCB merupakan data atau informasi yang bermanfaat untuk kepentingan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Sesuai amanat Undang-undang Benda Cagar Budaya 1992, yang kemudian direvisi pada 2010,dikatakan setiap orang wajib memelihara dan mengawetkan BCB secara tradisional maupun modern.    

Ditinjau dari sifat-sifat alami bahan dasar yang digunakan, koleksi BCB bergerak dibedakan menjadi bahan organik dan bahan an-organik. Kelompok benda organik biasanya lebih peka terhadap kondisi lingkungan, terutama suhu dan kelembaban. Berdasarkan pengetahuan empiris memang BCB dari bahan organik lebih mudah rusak. 

Setiap BCB jelas memiliki permasalahan masing-masing, sesuai karakteristik bahan dasar pembuatan. Dari hasil penelaahan diketahui permasalahan koleksi kayu adalah debu, lapuk, keropos, patah, noda, dan jamur. Permasalahan koleksi kertas adalah debu, noda, degradasi warna, serangga, dan jamur. Permasalahan koleksi tekstil adalah asam (menyebabkan kain mudah terlipat dan keriput). 

Permasalahan koleksi logam adalah debu, lemak, korosi, retak, dan patah. Permasalahan koleksi batu adalah debu, penggaraman, lumut, kerak, retak, dan patah. Permasalahan koleksi keramik adalah debu, garam terlarut, garam tidak terlarut, dan pecah. Permasalahan koleksi kulit adalah jamur, retak, rapuh, dan mengelupas. Permasalahan koleksi lukisan adalah kotor, noda, sobek, retakan pada bagian media cat, jamur, warna pudar, dan keropos dimakan serangga. 

Korosi

Dibandingkan benda-benda kayu, kertas, dan tekstil, benda-benda logam lebih dapat bertahan lama. Namun bila korosi terus-menerus dibiarkan menyerang, lama-kelamaan benda logam tersebut akan berkarat juga, bahkan parah dan akhirnya lapuk. Dengan demikian benda itu tidak dapat digunakan lagi sebagai bukti sejarah. Maka untuk mengurangi pelapukan, sesegera mungkin harus dilakukan tindakan penyelamatan terhadap koleksi tersebut. 

Cara-cara memelihara dan merawat koleksi BCB disebut konservasi. Tujuan konservasi adalah untuk membersihkan korosi aktif yang menyerang permukaan koleksi. Selanjutnya melindungi permukaan koleksi tersebut agar tidak terjadi kerusakan lebih lanjut. 

Upaya konservasi berbagai koleksi BCB mutlak dilakukan, terlebih yang terbuat dari bahan-bahan mudah rapuh. Hal ini dimaksudkan untuk memperpanjang umur koleksi tersebut. Berbagai koleksi museum, meskipun tersimpan dalam ruangan atau dalam vitrin (lemari pajangan), tetap tidak bisa menghindari iklim. Perubahan musim, kelembaban udara, ventilasi, pencahayaan, dan pendingin udara, sering kali berpengaruh terhadap kondisi fisik suatu koleksi. 

Di Museum Nasional kegiatan konservasi koleksi mencakup dua hal, yakni penanganan lingkungan dan penanganan koleksi. Koleksi museum sendiri dikelompokkan menjadi tiga bagian, yakni benda organik (misalnya kayu, kertas, tekstil, daun lontar, kulit, tulang, dan gading), benda an-organik (misalnya logam, batu, keramik, kaca, dan tembikar), dan benda khusus (misalnya lukisan). 

Penyebab kerusakan koleksi milik Museum Nasional, pada dasarnya dipilah ke dalam lima faktor, yakni faktor elemen iklim (kelembaban udara dan temperatur udara), faktor cahaya (cahaya alam dan cahaya buatan), faktor tumbuh-tumbuhan (mikroorganisme dan jamur), faktor hewan (serangga dan tikus), dan faktor pengotoran udara (polusi).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun