Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Berita "Hoax" dalam Arkeologi, dari Gunung Padang hingga Borobudur

13 April 2017   20:08 Diperbarui: 14 April 2017   05:00 4745
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Situs Gunung Padang, akibat pemberitaan tentang adanya harta karun di dalamnya, kondisi tanah semakin padat. Akibatnya air tidak bisa meresap ke dalam tanah (Foto: Lutfi Yondri)

Pengguna media sosial pastilah sudah akrab dengan istilah hoax. Istilah ini booming menjelang pilkada serentak yang diselenggarakan 15 Februari 2017 lalu. Hoax merupakan berita atau gambar palsu untuk menipu atau mengakali pembaca. Sering kali hoax  merupakan ujaran kebencian terhadap seorang tokoh.

Diperkirakan istilah hoax muncul pertama kali di kalangan netter AS bersumber dari  sebuah judul film, TheHoax, produksi 2006. Film tersebut dibuat berdasarkan buku yang sama. Sayang banyak kejadian di dalam buku, diubah atau dihilangkan dari film. Jadilah dipakai nama hoax untuk menunjukkan pengubahan atau penghilangan sebagian materi.

Akhir tahun lalu, media sosial disuguhi berita bertopik “10 juta tenaga kerja Tiongkok menyerbu Indonesia”. Berita tersebut banyak di-share pengguna media sosial tanpa ada verifikasi terlebih dulu. Namun setelah diklarifikasi oleh Presiden Jokowi, ternyata jumlah yang masuk hanya 21.000 orang. Jelas ada maksud-maksud tertentu dari si penyebar hoax.

Hoax yang paling menimbulkan efek besar bagi umat manusia adalah tentang senjata biologis atau senjata pemusnah massal yang katanya dimiliki Irak. Ketika itu Irak dipimpin Presiden Saddam Hussein. Inilah yang membuat AS dan pasukan Sekutu menyerang Irak. Namun setelah Irak jatuh ke tangan Sekutu, bahkan setelah Presiden Sadam Hussein dihukum gantung, senjata yang dimaksud tidak pernah ditemukan. Ternyata menurut penelitian CIA, dokumen tentang senjata biologis terbukti palsu.

Gunung Padang

Hoax bukan hanya terjadi di bidang ekonomi atau politik. Bidang ilmu pengetahuan juga pernah terpengaruh oleh berita hoax, termasuk di bidang sejarah dan arkeologi. Beberapa tahun lalu dunia arkeologi mancanegara pernah dihebohkan penemuan kerangka manusia raksasa. Kerangka manusia setinggi sepuluh meter, antara lain pernah menjadi berita heboh di India sekitar 2007. Ternyata dari hasil penelitian, gambar itu merupakan hasil rekayasa dengan program photoshop. Beberapa gambar dipoles sedemikian rupa sehingga menjadi satu gambar baru yang fantastik.

Di Indonesia hoax yang paling dikenal adalah wajah Mahapatih Gajah Mada dari Kerajaan Majapahit. Sesungguhnya, ketika itu dalam penggalian arkeologis ditemukan pecahan celengan terakota (tanah liat bakar) berwajah manusia. Saat ini koleksi tersebut berada di Museum Majapahit, Trowulan. Moh. Yamin, yang pernah menjadi Menteri Pendidikan dan Pengajaran lah yang memperkenalkan wajah tokoh Gajah Mada lewat buku yang ia tulis sekitar 1945. Wajah berpipi tembam dan berpostur tinggi itulah yang kemudian diabadikan sebagai patung di instansi kepolisian dan militer.

Beberapa tahun belakangan ini hoax yang paling dikenal adalah tentang piramida di Indonesia yang mengandung emas. Diyakini ini karena ada pendapat bahwa Atlantis ada di Sundaland atau Nusantara. Gunung Sadahurip dan Lelakon di Jawa Barat pun menjadi sasaran penggalian liar untuk mencari “harta karun”.

Puncaknya terjadi pada situs Gunung Padang yang difasilitasi staf khusus Presiden SBY. Sayang penelitian situs arkeologi ini justru dikerjakan oleh tenaga-tenaga nonarkeologi. Akibatnya “tiga gerbong emas” tidak diperoleh meskipun sudah dibor di sana sini. Penafsiran akan “temuan arkeologis” pun asal kena. Koin yang berasal dari abad ke-19 dikatakan berusia ribuan tahun.

Nama Gunung Padang memang kemudian meluas. Banyak orang datang ke sana karena penasaran. Tapi dampak kerugiannya sangat besar. Tidak ada “arkeologi berwawasan pelestarian” tapi “destruktif karena harta karun”. Bahkan karena pengunjung tidak terkontrol, air hujan susah meresap ke dalam ranah.

Banyak arkeolog menolak penelitian Gunung Padang karena dilakukan secara nonarkeologis dengan alat-alat yang katanya super modern. Akhirnya diketahui penelitian ini hanya menghabiskan dana pihak arkeologi dan dana pemerintah daerah tanpa ada pertanggungjawaban keuangan oleh “utusan istana”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun