Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Gobog Wayang, Koin Kuno dari Jawa yang Dibawa Raffles ke London

28 Desember 2016   06:17 Diperbarui: 29 Desember 2016   05:17 1232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Koin terakota dar4i situs arkeologi Trowulan, Jawa Timur (Dok. Puji Harsono)

Dunia numismatik Indonesia sangat beragam. Selain dikenal di tingkat nasional, benda numismatik Indonesia sudah merambah ke tingkat internasional. Memang sejak lama, yakni sebelum dunia numismatik berkembang di Nusantara, koleksi asal negara kita banyak dibawa kaum penjajah ke negara mereka. Salah satu koleksi yang menjadi pembicaraan serius di mancanegara adalah gobog wayang atau dalam bahasa kerennya Javanese magic coin.

Sir Thomas Stamford Raffles tercatat merupakan orang yang pertama kali menulis tentang koin gobog wayang dalam bukunya yang sangat populer, The History of Java (1817). Raffles banyak mendapat pengetahuan tentang sejarah dan kebudayaan Nusantara ketika dia menduduki jabatan Gubernur Jenderal Inggris di Jawa (1811-1816). Setelah Jawa diserahkan kembali kepada Belanda, Raffles pulang ke Inggris.  Selain penggemar seni, ternyata dia adalah seorang kolektor mata uang.

Saat pulang ke Inggris, dia membawa 106 koin gobog wayang dari Jawa. Koin sejenis bertambah lima buah berkat kiriman dari William Marsden, penulis History of Sumatra. Sampai sekarang koleksi koin-koin gobog wayang Raffles tersimpan di British Museum, London.

Setelah tulisan Raffles dalam The History of Java itu, bermunculan tulisan dan pendapat baru mengenai koin gobog wayang. Misalnya tulisan Baron S. de Chaudoir dalam buku yang diterbitkan di St. Petersburg (1842); lalu oleh W.R. van Hoevell, aktivis di Bataviaasch Genootschaapvan Kunsten en Wetenschappen pada jurnal tahunannya (1847); berikutnya Netscher & van der Chijs (1863); dan H.C. Millies seorang profesor dari Universitas Utrecht (1871). Terakhir adalah Joe Cribb, seorang kurator dari The British Museum dalam bukunya yang terbit pada 1999.

Religi

Gobog wayang rupanya lebih mengarah ke budaya dan religi masyarakat masa itu. Menurut Panji, seorang numismatis dari Yogyakarta, fungsi gobog adalah sebagai pelengkap dalam syarat atau sesaji upacara. Gobog melambangkan logam, juga uang. Dalam perkembangan selanjutnya, gobog menjadi uang kepeng pada acara Ngaben di Bali.

Meskipun dikenal sebagai uang, gobog tidak memiliki nominal. Hanya ada perlambangan atau cerita di dalam koin itu, mirip wayang geber. Pertama kali gobog dikenal pada masa Majapahit, kerajaan besar di Nusantara yang menganut agama Hindu. Majapahit mencapai puncak kekuasaan pada abad ke-12--15. Selepas masa itu,  gobog-gobog wayang tetap diproduksi dengan ciri khasnya masing-masing. Umumnya berkaitan dengan kebudayaan dan masyarakat pada saat itu. Gobog wayang perunggu dengan tulisan mulai ada pada masa ajaran Islam menyebar di Nusantara.

Gobog wayang dengan bahan mengandung kuningan dan tembaga, dikenal pada abad ke-18.   Gobog wayang yang paling muda berasal dari abad ke-19, dengan gambar Semar. Sampai saat ini gobog wayang masih dipercaya di Jawa Tengah sebagai media tolak bala atau jimat. Kadang dipasang di wuwungan, tiang utama atap rumah, atau di tanam di bawah Soko Guru rumah Joglo.

Walaupun telah beberapa kali dibahas panjang lebar dalam beberapa penerbitan,  namun perdebatan mengenai koin wayang masih berlanjut. Persoalannya berkisar tentang 'what, where, when, who, why, and how'. Dalam arti bahwa sampai saat ini keberadaan dan kegunaan koin gobog wayang masih belum dapat terpecahkan sepenuhnya. Masing-masing orang mempunyai pendapat. “Namun dari semua pendapat, yang paling masuk akal dan dapat diterima adalah pendapat dari Prof. H.C.Millies dan Joe Cribb,” demikian Puji Harsono, seorang numismatis yang mengkhususkan pada koleksi koin, dalam salah satu tulisannya.

Dulu Raffles mendapat penjelasan perihal gobog wayang dari Kiai Adipati Demak (Sura Adimenggala, Bupati Semarang). Namun penjelasan sang Kiai bukanlah pendapat yang bersifat ilmiah. Dia hanya melihat gambar-gambar yang ada pada koin tersebut. Dari gambar itu akhirnya diartikan dan diketahui kapan koin-koin wayang tersebut dibuat.

Pendapat lain dikemukakan oleh Chaudoir. Dia mengatakan bahwa koin gobog wayang adalah semacam 'temple medals' yang mirip dengan koin-koin candi yang serupa dari Tiongkok dan Jepang. Selanjutnya Netscher dan van der Chijs mengatakan bahwa koin gobog wayang dibuat sesuai dengan tradisi Hindu Buddha pada zaman pra-Islam di Jawa. Mereka juga mendapat penjelasan dari orang-orang tua Jawa, yang mengatakan bahwa gobog adalah koin yang dulu pernah beredar sebagai alat pembayaran. Satu gobog sama dengan 5 keteng (koin cash Tiongkok yang dulu umum beredar di Jawa). Sementara 400 gobog sama dengan satu Dirham perak dan 4000 gobog setara dengan satu Dirham emas.

Salah satu jenis gobog wayang (Dok. Puji Harsono)
Salah satu jenis gobog wayang (Dok. Puji Harsono)
Millies justru mengatakan sebaliknya. Dia berargumen bahwa gobog wayang bukan termasuk mata uang dan waktu itu tidak dipakai sebagai alat tukar-menukar. Koin gobog wayang adalah semacam jimat, yang merupakan tiruan dari koin-koin candi dari Tiongkok, tetapi menggambarkan legenda-legenda kuno Jawa pada zaman dulu. Menurutnya, cerita wayang dimulai setelah pengenalan Islam di Jawa, sehingga dapat disimpulkan bahwa koin-koin gobog wayang dibuat kira-kira pada abad ke-16.

Pada bagian lain Millies mengklasifikasikan koin-koin gobog wayang dalam beberapa tipe. Koin wayang dengan gambar lelaki dan perempuan di bawah pohon, menurutnya, adalah jenis koin gobog wayang yang paling tua. Anehnya setelah pendapat Millies dilansir pada 1871, hampir tidak ada pendapat-pendapat lain yang berarti mengenai koin wayang itu. Setelah berjalan selama 128 tahun, argumentasi terbaru muncul dari Joe Cribb (1999).

Dalam bukunya Magic Coins of Java, Bali and the Malay Peninsula, Cribb memberikan pendapat bahwa koin gobog wayang adalah sebuah benda dengan bentuk dan desain yang berunsur magis. Cribb juga membedakan koin-koin wayang dalam beberapa klasifikasi, misalnya koin wayang dengan gambar lelaki dan perempuan di bawah pohon adalah gambaran cerita tentang Panji Semirang. Panji Semirang adalah sebuah cerita Jawa Kuno tentang kisah cinta antara Raden Inu Kertapati dari Kerajaan Kuripan dengan Candra Kirana dari Kerajaan Daha. Karena rasa iri hati Galuh Ajeng dan kesewenang-wenangan ayahnya, Candra Kirana melarikan diri dan akhirnya menyamar sebagai laki-laki dengan nama Panji Semirang Asmarantaka. Panji selalu ditemani oleh dua wanita pengikutnya yang setia, yaitu Ken Bayan dan Ken Saggit, yang juga menyamar sebagai laki-laki.

Menurut Puji Harsono yang aktif di Asosiasi Numismatika Indonesia, sebenarnya masih banyak temuan baru yang sampai sekarang belum pernah dilakukan penelitian secara lebih mendalam. Temuan-temuan baru yang berupa koin dengan bentuk dan desain yang berbeda dengan jenis-jenis sebelumnya, umumnya ditemukan di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Contoh lainnya adalah temuan semacam cap dari terakota yang diperoleh dari daerah Trowulan, Jawa Timur. Diperkirakan dulunya Trowulan merupakan ibukota Majapahit. Bermacam-macam gambar terdapat pada terakota itu, antara lain laba-laba, gajah, dan lelaki-perempuan sedang berhadap-hadapan.

Walaupun para ahli telah mengemukakan pendapat, namun hingga sekarang belum dapat diketahui dengan pasti, kapan dan apa guna koin gobog wayang tersebut. Mudah-mudahan para peneliti dan numismatis Indonesia bisa bahu-membahu menjawab misteri tersebut.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun