Cerpen: Sahabat Kecilku, Sang Pengkhianat

“Ngomong apa sih sayang, nggak biasanya kamu kayak gini,” jawab Alvin sambil memegang tanganku namun aku tepis tangannya.

“Aku udah tahu semuanya tentang kalian. Untuk sahabat kecilku Ani, gue berterima kasih karena lu udah mau jadi sahabat terbaik gue, mengerti segala hal tentang gue, nemenin gue disaat suka maupun duka. Untuk kekasihku Alvin, terima kasih karena kamu udah mau jadi kekasihku yang setia dan selalu mengerti keadaan selama 6 tahun ini tapi saat ini aku mau mengakhiri hubungan kita. Aku berharap kalian bisa bahagia ya, aku do’akan semoga kalian bahagia sampai pelaminan. Aku nggak berharap apa-apa kok dari kalian,” ujarku yang mulai meneteskan air mata sambil tersenyum.

“Oh iya, aku Cuma mau pesan ke kalian. Untuk kamu sahabat kecilku, jangan pernah sia-siakan orang yang tulus berteman denganmu dan jangan pernah menjadi pengkhianat karena itu semua akan ada balasannya, biar takdir yang berbicara dan biar karma yang membalasmu. Untuk kamu, mantan kekasihku, jangan pernah sia-siakan orang yang tulus mencintaimu karena jika dia sudah sukses, kamu bukan tipenya lagi dan satu hal lagi, ingat karma masih berlaku dan aku hanya ingin yang terbaik untuk kebahagiaan kalian,” ujarku yang membuat Anikauna dan Alvin terdiam.

“Untuk semua pesanan ini, gak usah dibayar karena aku pemilik dari cafe ini dan kalian bisa pergi untuk bahagia. Aku pamit, Assalamu’alaikum.”

Setelah aku berpamitan pada mereka, tangisku pecah seakan-akan separuh jiwaku hilang entah kemana. Aku membiarkan mereka untuk bahagia bukan karena aku ingin balas dendam tapi aku hanya ingin mereka sadar bahwa pengkhiatan tidak sepantasnya ada didalam diri manusia didunia ini dan tidak selayaknya kebaikan dibalas dengan kejahatan serta kejahatan tidak selayaknya dibalas dengan kejahatan pula. Menjadi orang yang baik itu terkadang ada pasang surutnya dimana kita akan menerima balasan kebaikan juga dan adapula kita menerima balasan kejahatan dari orang lain.

Tamat.....