Apakah Beatles akan berhasil mengakhiri perang dagang? Tentu tidak. Tapi mereka mungkin bisa membuat para menteri perdagangan berdansa pelan saat Something atau Dig A Pony mengalun dalam konferensi WTO.
Mengingatkan pada nilai universal
Dunia saat ini terpolarisasi, terfragmentasi, penuh algoritma yang mempersempit empati. Beatles, dengan kejeniusan mereka, mungkin bisa sedikit menjebol tembok digital itu.
Di era di mana data adalah emas dan saham bisa hancur karena tweet, kehadiran musisi yang mampu mengingatkan kita pada nilai-nilai universal bisa jadi lebih penting daripada indeks Nikkei atau harga saham Tesla.
Kalau Beatles masih ada hari ini, mungkin mereka tak lagi merekam di studio Abbey Road, tapi di studio hibrida London-Beijing, menggunakan AI untuk menciptakan vokal Lennon dari data suara masa lalu. Ironis tapi tak mustahil.
Teknologi, politik, dan perdagangan bakal terus berubah. Tapi, seperti kata Paul McCartney: “ And in the end, the love you take is equal to the love you make.” Ini sebuah filosofi yang mungkin terdengar naif tapi sangat dibutuhkan.
Maka, di tengah perang dagang sengit, deglobalisasi, dan pemisahan rantai pasok, mari kita bayangkan sejenak ihwal bagaimana jadinya jika keempat personel Beatles masih bersama. Mungkin para pemimpin dunia akan lebih sibuk menyanyikan Come Together daripada saling serang tarif.***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI