Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Peristiwa Serangan Oemoem Satu Maret yang Terlupakan

1 Maret 2018   21:39 Diperbarui: 1 Maret 2018   21:49 1315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Monumen Jogja Kembali (Dokpri)

Zaman Orde Baru dulu, ada dua film yang wajib ditonton oleh pemirsa televisi saat itu yaitu Pemberontakan G-30-S/PKI dan Janur Kuning/Serangan Fajar yang menceritakan peristiwa serangan umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta. Film ini tentu tidak hanya menceritakan sejarah yang terjadi saat itu, tapi juga menampilkan heroisme Presiden RI Soeharto saat masih menjadi prajurit TNI yang berjuang untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan.

Orde Baru tumbang berganti menjadi Orde Reformasi, satu demi satu peninggalan Orde Baru mulai ditinggalkan bahkan dilupakan orang. Bahkan di Kompasiana saja seharian ini belum ada satupun tulisan yang mengulas sejarah peristiwa tersebut. Bisa jadi banyak anak muda yang lahir di atas tahun 1990-an tidak mengetahui sejarah peristiwa tersebut mengingat isi buku pelajaran sejarah juga berganti fokus. Kepahlawanan Soeharto tidak lagi penting untuk diingat karena masa lalu yang kelam bersama Orde Baru.

Peristiwa ini memang menjadi kontroversi mengenai siapa sebenarnya yang memiliki gagasan awal serangan tersebut. Setelah reformasi mulai terkuak bahwa Soeharto bukanlah penggagas awal serangan tersebut, melainkan Sri Sultan Hamengku Buwono IX (sumber disini). Namun sayangnya para saksi sejarah peristiwa tersebut juga sudah berguguran sehingga sulit melacak jejak sebenarnya dari peristiwa tersebut, mulai dari pencetus hingga saat pelaksanaan operasi serangan umum 1 Maret 1949 tersebut.

Namun demikian, hikmah yang bisa diambil dari peristiwa tersebut seperti diceritakan dalam film Serangan Fajar adalah bahwa Republik Indonesia masih ada walaupun Presiden dan Wapresnya dibuang Belanda pasca agresi militer II pada bulan Desember 1948. Serangan ini seperti shock therapy bagi Belanda serta menggugah dunia internasional untuk melancarkan tekanan kepada Belanda agar segera menyerahkan secara penuh kemerdekaan Indonesia. Hasilnya Belanda menyerahkan kedaulatan kepada RI setelah melalui Konferensi Meja Bundar yang menetapkan batas akhir penyerahan kedaulatan sebelum 30 Desember 1949 (sumber disini). 

Lepas dari kontroversi apapun mengenai peristiwa ini, sudah sepantasnya kita sebagai bangsa besar perlu mengingat peristiwa sejarah tersebut. Sejarah akan terus berulang dengan pola yang sama walau pelaku, waktu dan tempat berbeda. Kalau kita melupakan sejarah, maka sejarahlah yang akan melindas kita suatu saat nanti. Kondisi devide et impera sekarang ini sebenarnya juga merupakan pengulangan masa lalu, hanya berbeda pelaku, waktu, dan tempatnya saja. Kita akan mudah diadu domba bila melupakan sejarah begitu saja tanpa mempelajarinya.

Walau mulai dilupakan, namun masih ada upaya untuk memeringati peristiwa tersebut di Monumen Jogja Kembali (Monjali) melalui pemasangan 1.500 bambu runcing (berita disini). Selain itu juga ada pawai keliling kota Yogyakarta dalam rangka bela negara sekaligus peringatan peristiwa tersebut. (berita disini). Semoga kegiatan tersebut bisa menjadi langkah awal untuk mengingat salah satu peristiwa sejarah yang sangat penting dampaknya bagi kemerdekaan negeri ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun