Mohon tunggu...
Divia Ayu Prihatina
Divia Ayu Prihatina Mohon Tunggu... Tutor - Mahasiswa Pendidikan Sosiologi FIS UNJ

Education is Investation

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Fleksibilitas Kurikulum Prototipe sebagai Realitas Pendidikan dalam Perspektif John Dewey

30 Desember 2021   13:23 Diperbarui: 30 Desember 2021   14:13 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pandemi Covid-19 sangat berdampak terhadap berbagai bidang kehidupan khususnya bidang pendidikan. Akibatnya, pendidikan Indonesia dihadapkan dengan situasi baru akibat dari dampak pandemi Covid-19.  

Pada awal tahun 2020, pemerintah Indonesia memutuskan ketetapan untuk menutup sekolah. Kondisi ini berlaku untuk seluruh satuan pendidikan mulai dari pendidikan tingkat dasar hingga pendidikan tinggi.

Adanya ketetapan penutupan sekolah selama masa pandemi ternyata memberikan peluang sekaligus tantangan bagi pendidik dalam menyelenggarakan aktivitas proses belajar dan pembelajaran bagi peserta didik. 

Berbagai upaya dilakukan agar peserta didik tetap mendapat layanan pendidikan yang berkualitas meski harus dilaksanakan secara terbatas. 

Yang menjadi peluang dari situasi baru ini yakni mendorong terciptanya pendidikan revolusioner, sedangkan tantangan yag dihadapi yakni pemenuhan kompetensi bagi pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik untuk mampu menyesuaikan diri dengan system pendidikan revolusioner tersebut (Kurniawan dkk, 2020).

Salah satu upaya dalam pendidikan yang ditempuh pemerintah untuk menyediakan layanan pendidikan bagi peserta didik di masa pandemi ini adalah melakukan pembelajaran melalui metode daring (dalam jaringan) dengan memanfaatkan perangkat teknologi informasi berbasis online. 

Akan tetapi, pembelajaran daring pun realitanya masih menimbulkan problematika bagi terwujudnya pendidikan yang berkualitas. Hal itu terjadi karena kesulitan yang dialami oleh penyelenggara pendidikan dalam melakukan pembelajaran melalui moda daring.

Kemunculan kebijakan merdeka belajar yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan menjadi angin segar bagi pendidikan Indonesia dalam menghadapi dampak pandemi Covid-19. 

Bagaimana tidak, kebijakan merdeka belajar menawarkan budaya belajar yang mandiri dengan memanfaatkan teknologi informasi sesuai kebutuhan hidup (Arifin & Muslim, 2020). 

Sebelumnya, sejak tahun 2020 Agustus, pemerintah sudah menawarkan kurikulum darurat sebagai opsi yang lebih sederhana dan cocok di situasi pandemi supaya guru bisa lebih fokus pada materi esensial. Selain itu, untuk mendorong perbaikan kualitas belajar di masa pandemi, pemerintah berencan akan menghadirkan kurikulum baru di tahun 2022 mendatang.

Kabar rencana gantinya kurikulum baru bagi pendidikan di Indonesia tampaknya menimbulkan pro kontra di masyarakat. Istilah lagu lama kaset baru pun banyak dilontarkan terhadap rencana kurikulum baru tersebut. 

Pasalnya, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) mengatakan bahwa akan menawarkan kurikulum yang lebih fleksibel pada tahun 2022 mendatang. 

Hal itu disampaikan oleh Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Kemendikbud Ristek, Anindito Aditomo dalam Instagram pribadinya, Selasa (30/11/2021). 

Menurutnya, kurikulum yang ditawarkan itu akan lebih berfokus pada materi yang esensial, sehingga tidak lagi terpaku pada textbook. Karena kita tahu pandemi telah mendisrupsi pendidikan yang mengakibatkan anak-anak kehilangan kesempatan belajar (learning loss).

Kepala BSKAP juga menyebutkan bahwa sedikitnya ada tiga karakteristik utama Kurikulum Prototipe yang dinilai dapat mendukung pemulihan pembelajaran di masa pandemi. 

Pertama, pengembangan kemampuan non-teknis (soft skills) dan karakter mendapat porsi khusus melalui pembelajaran berbasis proyek. 

Kedua, Kurikulum Prototipe berfokus pada materi esensial sehingga ada waktu cukup untuk pembelajaran yang mendalam bagi kompetensi dasar. 

Ketiga, fleksibilitas bagi guru untuk melakukan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan murid dan melakukan penyesuaian dengan konteks dan muatan lokal.

Begitu pun evaluasi dampak dari kurikulum darurat yang disederhanakan menunjukkan perubahan yang  positif yakni guru tidak lagi kejar tayang materi pelajaran, guru bisa lebih fokus pada materi esensial, guru bisa lebih banyak berdialog memberi umpan balik yang bermakna, dan hasil belar siswa jauh lebih tinggi daripada sekolah-sekolah yang tetap menggunakan kurikulum 2013 secara utuh.

Hal itu sejalan dengan pemikiran John Dewey bahwa pengalaman adalah basis pendidikan. Menurutnya, pengalaman sebagai sarana dan tujuan pendidikan. 

Pada hakekatnya pendidikan merupakan suatu proses penggalian dan pengolahan pengalaman secara terus-menerus. Inti pendidikan adalah usaha untuk terus-menerus menyusun kembali (reconstruction) dan menata ulang (reorganization) pengalaman hidup peserta didik.

Mengenai kurikulum, John Dewey berkeyakinan bahwa perlunya menempatkan siswa, kebutuhan dan minatnya sebagai sesuatu yang sentral. 

Mata pelajaran seharusnya dipilih dengan mengacu pada kebutuhan siswa. Selain itu, kurikulum menurut Dewey dan pengikut pragmatisme lainnya, seharusnya tidak dibagi ke dalam bidang matapelajaran yang bersifat membatasi dan tak wajar.

Kurikulum mestinya lebih dibangun secara wajar yang timbul dari pertanyaan-pertanyaan yang mendesak dan pengalaman-pengalaman siswa. 

Bidang studi idealnya adalah bahwa mata pelajaran sekolah yang tradisionil seperti seni, sejarah, matematika, membaca, dan lain-lain dapat disusun ke dalam teknik problem solving yang berguna untuk menumbuhkan rasa ingin tahu siswa untuk mempelajari materi-materi tradisionil sebagaimana mereka menghadapi problem-problem atau isu-isu yang telah menarik mereka di dalam pengalaman sehari-hari.

Sebagaimana salah satu karakteristik kurikulum prototype yakni pengembangan kemampuan non-teknis (soft skills) dan karakter mendapat porsi khusus melalui pembelajaran berbasis proyek. 

Model pembelajaran berbasis projek (project based learning) merupakan sebuah model pembelajaran yang memanfaatkan projek atau kegiatan sebagai inti dalam proses pembelajaran. 

Dalam hal ini, siswa dapat melakukan kegiatan eksplorasi, penilaian, obeservasi, interpretasi untuk dapat memperoleh sebuah pengetahuan baru, keterampilan baru serta sikap sosial yang seharusnya.

Bagi Dewey peserta didik bukanlah pribadi yang pasif. Ia adalah manusia, makhluk hidup yang bertumbuh kembang dengan dan dalam interaksi secara aktif dengan lingkungan hidup di sekitarnya. 

Realitas pendidikan bagi Dewey juga bukan suatu yang mati dan tak berubah, melainkan suatu yang dinamis dan terus berubah. 

Untuk itu, pendidikan mesti berpusat pada kondisi konkrit peserta didik dengan minat, bakat, dan kemampuannya serta peka terhadap perubahan yang terus terjadi dalam masyarakat.

Hal itu tercermin pada kurikulum prototipe, dimana model Kurikulum Prototipe secara garis besar mengarah kepada minat, bakat dan aspirasi peserta didik. sehingga guru tidak hanya terfokus ke materi pelajaran namun arah pembelajaran ke depan adalah pengembangan pembentukkan karakter dan kompetensi. 

Pendidik haruslah senantiasa siap sedia untuk mengubah metode dan kebijakan perencanaan pembelajarannya, seiring dengan perkembangan zaman yang erat terkait dengan kemajuan sains dan teknologi serta perubahan lingkungan hidup tempat pembelajaran dilaksanakan. 

Divia Ayu Prihatina, Mahasiswi Prodi Pendidikan Sosiologi FIS Universitas Negeri Jakarta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun