Mohon tunggu...
Ditta Atmawijaya
Ditta Atmawijaya Mohon Tunggu... Editor

Aku suka menulis apa saja yang singgah di kepala: fiksi, humaniora, sampai lyfe writing. Kadang renyah, kadang reflektif, dan selalu kuselipkan warna. Seperti hidup: tak satu rasa, tetapi selalu ada makna.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Pembaca Menunggu Kehadiran, Bukan Kesempurnaan

3 Oktober 2025   16:09 Diperbarui: 4 Oktober 2025   19:08 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menulis adalah jembatan untuk berdialog dengan dunia yang lebih luas. (Foto: David L. Espina Rincon/Unsplash)

Namun, di balik kerepotan itu, aku menyadari ada niat baik yang mendasarinya. Aku ingin pembaca bisa menikmati tulisan dengan tenang, tanpa harus berhenti karena kalimat ambigu.

Aku ingin pesan yang kusampaikan bisa diterima dengan jernih, tanpa gangguan salah ketik atau makna yang meleset. Aku ingin mereka bisa benar-benar meresapi ide, pengalaman, atau refleksi yang kutawarkan, dan menemukan sesuatu yang berarti di sana. 

Akhirnya aku sadar, setidaknya semua ritual ini bukan melulu soal ego seorang editor, tetapi tentang janji seorang penulis pada hati yang mungkin menunggu suara yang kutulis.

Pernah suatu kali seorang pembaca menuliskan, "Tulisanmu membuatku merasa tidak sendirian." Ada juga yang berkata, "Saya menemukan penghiburan dalam kata-kata ini."

Saat membaca komentar seperti itu, aku merasa semua kerepotan mengedit berulang-ulang terbayar lunas. Betapa indah rasanya mengetahui bahwa tulisanku—meski sederhana—bisa menjadi teman bagi seseorang di luar sana.

Di sisi lain, aku juga harus jujur: ada kalanya perfeksionisme justru menghambat. Beberapa artikel tertahan berhari-hari hanya karena aku merasa masih ada bagian yang bisa dipoles.

Aku mulai belajar bahwa ada saatnya aku harus berani melepas. Dari situ aku belajar: tulisan tidak harus sempurna untuk bermakna. Justru terkadang ketidaksempurnaan memberi ruang bagi kehangatan.

Pembaca tidak selalu mencari kalimat yang paling indah, tetapi kejujuran yang paling tulus. Mereka menunggu kehadiran sebuah suara, bukan kesempurnaan sebuah draft.

Mungkin ada typo kecil, mungkin ada kalimat yang bisa diperbaiki, tetapi jika hati penulisnya hadir, pembaca tetap bisa merasakan getarannya.

Menulis bagiku bukan sekadar latihan teknis, melainkan juga perjalanan spiritual. Setiap kali aku mengunggah tulisan, aku sedang menyerahkan sebagian diriku kepada dunia.

Aku tidak pernah tahu siapa yang akan membaca, apa yang mereka rasakan, atau bagaimana mereka menanggapi. Namun, aku percaya, jika ditulis dengan hati, kata-kata akan menemukan jalannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun