Mohon tunggu...
Ditta Atmawijaya
Ditta Atmawijaya Mohon Tunggu... Editor

Aku suka menulis apa saja yang singgah di kepala: fiksi, humaniora, sampai lyfe writing. Kadang renyah, kadang reflektif, dan selalu kuselipkan warna. Seperti hidup: tak satu rasa, tetapi selalu ada makna.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Pelukan Bayi Orangutan, Theo & Putri, 'Jangan Lepaskan Aku'

2 Oktober 2025   15:08 Diperbarui: 2 Oktober 2025   15:08 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orangutan tidak punya suara di meja rapat, tidak punya pena untuk menandatangani kebijakan, tidak punya ruang untuk membela diri. Mereka hanya punya kita, manusia, untuk menyampaikan suara yang hilang itu.

Suara mereka adalah jeritan tanpa kata. Sementara kita, kalau masih punya nurani, tidak bisa berpura-pura tuli.

Refleksi dan Ajakan

Setelah Theo, Putri, dan yang lain dilepasliarkan, kenangan saat menjadi 'ibu' tetap membekas dalam hati Rondang. Setiap tatapan mereka adalah bisikan tak terdengar, dan itu membawa kita ke satu pertanyaan yang lebih besar: "Apakah kita cukup peduli terhadap rumah mereka, hutan yang kita rampas sedikit demi sedikit?"

Krisis ini bukan cerita satu keluarga orangutan saja. Setiap tahun, lebih dari ratusan bayi orangutan kehilangan induknya akibat deforestasi, perburuan liar, atau perdagangan ilegal.

Bayangkan: satu hutan yang seharusnya dipenuhi suara alam, kini sunyi, karena generasi muda orangutan tak punya tempat bermain dan belajar.

Satu anakan orangutan masuk pusat rehabilitasi berarti ada satu induk yang mati karena anakan orangutan melekat erat pada induknya sampai umur kira-kira 5 tahun.

Setiap kehilangan berarti satu lagi retakan di jantung ekosistem kita. Menjaga orangutan bukan semata menyelamatkan satu spesies. Menjaga mereka berarti menjaga keseimbangan hutan tropis: paru-paru dunia yang memberi kita udara bersih, air, dan kehidupan.

Menjaga hutan bukan pilihan, melainkan kewajiban. Menghentikan perburuan bukan sekadar hukum, melainkan moral. Ketika hutan terakhir hilang, ketika suara orangutan hanya tersisa dalam buku pelajaran, kita tidak hanya kehilangan satwa, tetapi juga kehilangan keseimbangan hidup yang menopang kita.

"Miliaran dollar sudah mengalir untuk upaya konservasi, tapi yang terjadi populasi terus menurun dan habitat makin habis. Kenyataan di lapangan, di saat habitatnya berubah, satwa ini tetap terkalahkan dari keserakahan manusia." Keresahan Rondang menutup ceritanya.

Cukup Sudah!

Suara Theo dan Putri mungkin tak akan pernah terdengar. Tetapi kita bisa memilih untuk menjadi suara mereka. Suara yang lantang mengatakan, "Cukup sudah! Hutan harus tetap ada, orangutan harus tetap hidup!"

Mulailah dari langkah-langkah nyata ini

  • Cek jejak produk: Peduli pada asal-usul produk yang kita konsumsi.
  • Dukung aksi konservasi: Mendukung organisasi konservasi yang bekerja di lapangan.
  • Stop perdagangan satwa: Menyebarkan kesadaran bahwa orangutan bukan "peliharaan lucu", melainkan makhluk liar yang berhak hidup bebas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun