Mohon tunggu...
Ditta Atmawijaya
Ditta Atmawijaya Mohon Tunggu... Editor

Aku suka menulis apa saja yang singgah di kepala: fiksi, humaniora, sampai lyfe writing. Kadang renyah, kadang reflektif, dan selalu kuselipkan warna. Seperti hidup: tak satu rasa, tetapi selalu ada makna.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Haiku, Forgiveness, dan Perjalanan Menulis Kembali

1 Oktober 2025   14:54 Diperbarui: 1 Oktober 2025   18:17 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI | Shutterstock


Ada masa dalam hidupku ketika menulis seakan menghilang dari peta. Semasa kuliah, pena yang dulu begitu akrab seakan terasa asing, kaku, dan jauh. Aku pernah mencoba kembali membuka lembar kosong, tetapi tangan tak kunjung bergerak.

Ada kerinduan besar, tetapi keraguan menahan langkah. Rasanya seperti berdiri di depan pintu yang dulu selalu terbuka, kini terkunci rapat.

Kadang aku membaca tulisan orang lain dengan iri, seolah mereka sedang menari dengan kata, sementara aku hanya mampu menjadi penonton yang bisu. Kekosongan itu menyesakkan, karena menulis pernah menjadi napas, tetapi tiba-tiba terasa hilang arah.

Pertemuanku dengan komunitas menulis menjadi titik balik. Di sana aku bertemu orang-orang yang hangat, saling mendukung, dan sama-sama percaya bahwa kata-kata punya daya hidup.

Bersama mereka, aku mulai berani menulis lagi, meski masih penuh gugup. Setiap perjumpaan, setiap percakapan, seperti api kecil yang menghangatkan keyakinanku: aku memang rindu menulis, dan aku tak sendirian dalam perjalanan ini.

Ruang pertemuan itu sederhana, tetapi selalu riuh oleh tawa, diskusi, bahkan perdebatan kecil yang justru membuatku merasa pulang. Dari situ aku tahu: menulis bisa menjadi kegiatan bersama, bukan hanya kesendirian.

Dari salah satu sahabat komunitas itu pula aku pertama kali bersentuhan dengan puisi Jepang: haiku. Awalnya aku hanya suka saat melihat status temanku. Entah kenapa, aku tergerak membalas statusnya dengan haiku juga. Dia pun merespons dengan baik dan memintaku untuk terus mencobanya sebagai latihan.

Haiku adalah puisi pendek tradisional dari Jepang yang terdiri dari tiga baris dengan pola 5-7-5 suku kata. Ia tidak berima, tetapi justru indah dalam kesederhanaannya, karena sering berfokus pada alam atau momen singkat dalam kehidupan sehari-hari.

Tiga baris pendek itu seolah membungkus keheningan, musim, dan perasaan dalam ruang yang terbatas. Setiap kata terasa jernih, setiap jeda punya makna.

Suatu ketika, saat aku berjalan menelusuri tepian sungai, terlintas dalam pikirku.

Kata terpaku
Bunga merona ungu
Hati merindu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun