Mohon tunggu...
Ditta Atmawijaya
Ditta Atmawijaya Mohon Tunggu... Editor

Pencinta tulisan renyah nan inspiratif

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Dahlia, Kisah Nyata di Balik Stigma Kupu-Kupu Malam Sarkem

23 September 2025   08:10 Diperbarui: 23 September 2025   16:22 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi senyum tulus yang menggugah kesadaranku akan empati. (Foto: Lesly Juarez/Unsplash)

"Kupu-Kupu Malam"

Ada yang benci dirinya
Ada yang butuh dirinya
Ada yang berlutut mencintainya
Ada pula yang kejam menyiksa dirinya

Ini hidup wanita si kupu-kupu malam
Bekerja, bertaruh seluruh jiwa raga
Bibir senyum, kata halus merayu, memanja
Kepada setiap mereka yang datang

Lagu legendaris ciptaan mendiang Titiek Puspa ini terinspirasi dari kisah nyata seorang wanita yang harus bekerja di dunia malam untuk menghidupi keluarganya. Mirip seperti sosok yang akan aku ceritakan.

Di Balik Gemerlap Sarkem

Di balik gemerlap malam Yogyakarta, ada dunia yang sering hanya disebut dengan bisik-bisik: Sarkem. Tempat yang identik dengan stigma, gosip, dan pandangan rendah dari luar.

Padahal, siapa pun yang hanya melihat dari kejauhan tak pernah benar-benar tahu perjuangan perempuan-perempuan di dalamnya. Bagi banyak orang, ia adalah noda; bagi perempuan di dalamnya, ia adalah cara untuk bertahan.

Awal 90-an, Sarkem —nama aslinya Pasar Kembang—seakan berada di luar wajah Yogyakarta yang tenang dan sakral. Jalan sempitnya menyala dengan lampu merah yang berkedip; bau kopi, gorengan, rokok, dan parfum bercampur menjadi satu.

Malam di sana hidup dengan caranya sendiri—menyimpan kisah-kisah yang jarang terdengar, apalagi dipahami.

Saat itu, aku datang ke sana sebagai mahasiswa, hanya ingin mengumpulkan data untuk survei. Namun, yang kutemui justru realitas yang mengguncang cara pandangku.

Saat menunggu jemputan, seorang perempuan muncul dari keramaian: Dahlia (bukan nama sebenarnya). Ia berkata, tak baik menunggu sendirian di tempat itu. Ucapannya sederhana, tetapi menancap.

Dari tatap matanya yang tenang, langkahnya yang mantap, meski jelas memikul beban, aku belajar bahwa dunia ini tak sesederhana hitam dan putih.

Langkah Awal Dahlia

Dahlia adalah anak sulung dari empat bersaudara. Ayahnya seorang tukang becak, ibunya jatuh sakit setelah melahirkan si bungsu. Saat itu, Dahlia baru berusia dua belas tahun—baru saja lulus SD dan bermimpi melanjutkan sekolah. Namun, keadaan berkata lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun