Mohon tunggu...
Ditta Atmawijaya
Ditta Atmawijaya Mohon Tunggu... Editor

Pencinta tulisan renyah nan inspiratif

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Dahlia, Kisah Nyata di Balik Stigma Kupu-Kupu Malam Sarkem

23 September 2025   08:10 Diperbarui: 23 September 2025   16:22 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi senyum tulus yang menggugah kesadaranku akan empati. (Foto: Lesly Juarez/Unsplash)

Adik-adiknya masih kecil: ada yang bayi, balita, dan satu lagi duduk di bangku SD. Bayangkan beban yang ditanggung gadis remaja seusia itu—susu, perawatan bayi, biaya sekolah, obat-obatan untuk ibunya, hingga kebutuhan sehari-hari yang tak pernah habis.

Suatu hari, seorang mucikari datang menawarkan jalan pintas yang pahit: menjadi kupu-kupu malam. Dahlia bergulat dengan pikirannya, sampai akhirnya menerima, setelah ayahnya yang putus asa merelakan dengan air mata.

Sejak saat itu, Sarkem menjadi ruang kerjanya—bukan karena pilihan, melainkan karena tuntutan hidup.

Namun, yang membuatku tertegun bukanlah penyesalan, melainkan ketulusannya. Dahlia menjalani dunia yang ia benci demi memastikan adik-adiknya tetap sekolah, tetap bisa makan, tetap punya harapan. Setiap kali ia menyebut mereka, wajahnya seakan berbunga—ada cahaya kecil yang lolos dari senyumnya.

Dari situ aku tahu: kebahagiaannya tak pernah tentang dirinya sendiri, tetapi tentang keberhasilan dan kebahagiaan orang-orang yang ia cintai.

Cahaya di Balik Luka

Dosakah yang dia kerjakan?
Sucikah mereka yang datang?
Kadang dia tersenyum dalam tangis
Kadang dia menangis di dalam senyuman

Wo-oh, apa yang terjadi, terjadilah
Yang dia tahu Tuhan, penyayang umat-Nya
Wo-oh, apa yang terjadi, terjadilah
Yang dia tahu hanyalah menyambung nyawa

Di balik dunia yang ia benci, Dahlia tetap menemukan terang kecil dalam hidupnya. Melihat adik-adiknya bersekolah, tumbuh, dan menapaki jalan yang lebih baik—itulah sumber bahagia yang paling tulus baginya.

Nada suaranya berubah hangat setiap kali ia bercerita tentang mereka, seolah semua letih yang dipikul mendadak sirna.

Namun, ada luka yang terukir dalam, tak pernah lekang dari hatinya. Ibunya sempat kembali sehat, menjadi secercah harapan, tetapi semua terkoyak saat rahasia pengorbanan Dahlia terungkap.

Kesehatan sang ibu runtuh seiring kesedihan yang tak tertahankan, hingga akhirnya ia pergi.

Dahlia memikul semua itu dengan diam. Tanpa mengeluh, tanpa menyalahkan siapa pun. Ia memilih menerima, dan menjadikan kebahagiaan orang lain sebagai kebahagiaannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun