Sudah lama aku tidak lagi singgah ke toko buku. Bukan karena cinta pada bacaan pudar, melainkan jarak yang membuat langkah terasa berat.
Toko buku dengan desain estetik dan suasana nyaman rata-rata berada di pusat kota, membuatku lebih sering menatap rak digital di gawai.
Jari-jari ini memang sudah terbiasa menyentuh layar, tetapi kerinduan sejati adalah membalik halaman dengan ujung jari yang sedikit kasar, duduk di antara rak-rak penuh aroma kertas.
Membiarkan waktu larut bersama buku, selalu membuatku merasa pulang.
Toko Buku Impian
Andai ada sebuah toko buku tak jauh dari rumahku, aku membayangkannya bukan sekadar tempat membeli bacaan baru. Di pintu masuk, cahaya hangat lampu kuning temaram menyambut, berpadu dengan wangi kertas baru.
Sementara di ruang baca, gemerisik halaman yang dibalik bagai simponi tersendiri. Kubayangkan membaca buku di ruang yang sejuk, ditemani kehangatan cangkir dan aroma kopi yang baru diseduh.
Rak-rak kayu tersusun rapi, tidak terlalu tinggi agar pembaca mudah meraih buku yang diinginkan.
Di salah satu sisi, kursi empuk dan sofa berjejer, mengundang siapa pun untuk duduk dan membaca sepuas hati, tanpa merasa bersalah.
Namun ada pula ruang sederhana tanpa kursi—hanya hamparan karpet tebal, bantal-bantal berserakan, tempat di mana pengunjung bisa duduk santai, rebahan, atau bahkan tengkurap sambil membaca buku dengan cara paling nyaman menurut mereka.
Musik lembut mengalun pelan, sekadar menjadi latar tanpa mengganggu konsentrasi.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!