Mohon tunggu...
Ditta Atmawijaya
Ditta Atmawijaya Mohon Tunggu... Editor

Pencinta tulisan renyah nan inspiratif

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sangkar Kaca | Tentang Mereka yang Terjebak dalam Ekspektasi

9 Juli 2025   17:05 Diperbarui: 11 Juli 2025   10:28 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tak semua yang berbingkai indah itu manis, terlebih jika berhias ekspektasi. (Photo by Patrick von der Wehd on Unsplash)

Setiap kali retakan muncul, ia buru-buru menutupinya dengan kepura-puraan, takut jika ada yang melihat celah di balik kesempurnaannya.

Ia mungkin akan tersenyum lebih lebar, berbicara lebih yakin, atau bekerja lebih keras, seolah mencoba menambal setiap celah dengan topeng yang semakin tebal.

Retakan Itu Bernama Lelah
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa socially-prescribed perfectionism memiliki dampak serius pada kesehatan mental. Ia berkorelasi dengan ketakutan akan kegagalan, dan dapat memicu burnout. Bahkan, dalam jangka panjang, berhubungan dengan kesepian, rasa putus asa, serta gejala depresi dan kecemasan.

Yang paling menyedihkan adalah ini.
Banyak dari mereka yang tinggal di dalam sangkar kaca, tidak tahu caranya meminta tolong. Mereka takut dianggap lemah. Mereka takut tidak sesuai dengan harapan yang selama ini menggantung di pundak.

Mungkin Kita Pernah Menjadi Sangkar Bagi Orang Lain
Tanpa sadar, kita pernah berkata:

"Kamu anak pertama, harus jadi contoh."
"Kamu pintar, pasti bisa."
"Masa kamu gagal, sih? Kan, kamu selalu juara."

Kalimat-kalimat ini terdengar memotivasi. Namun, jika terus-menerus diucapkan tanpa ruang untuk lelah atau salah, ia berubah menjadi jeruji—membangun sangkar kaca yang tak mudah dihancurkan. Terkadang, cinta bisa berubah menjadi tekanan. Dukungan bisa berubah menjadi ekspektasi tak tertanggungkan.

Mari Belajar Menjadi Rumah, Bukan Sangkar
Mungkin sudah waktunya kita bertanya:

Apa kabar hati mereka yang selalu terlihat kuat?
Apa kabar jiwa anak-anak yang kita beri banyak pujian, tetapi jarang kita peluk saat mereka gagal?
Apa kabar versi diri kita yang dahulu juga pernah terjebak dalam sangkar yang sama?

Kita semua butuh ruang untuk salah. Untuk gagal. Untuk menangis tanpa dihakimi. Untuk berkata, "Aku tidak baik-baik saja," tanpa takut cinta akan hilang.

Sebuah Pelukan untuk Mereka yang Lelah
Untukmu yang tinggal di dalam sangkar kaca:

Kamu berhak keluar.
Kamu berhak bernapas, berantakan, dan tetap dicintai.
Kamu tidak harus sempurna untuk dianggap cukup.

Dan ... jika hari ini kamu hanya mampu bertahan, itu pun sudah cukup berani.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun