Dunia tak sepenuhnya sunyi. Namun, terkadang, diri kita sendiri yang sering bising di dalam karena terlalu lama menetap di dunia digital.
Pagi itu aku membuka ponsel seperti biasa.
Notifikasi bertumpuk. Grup percakapan saling beradu panjang. Media sosial ramai membahas isu terbaru yang bahkan belum sempat kupahami.
Aku mulai merasa gelisah.
Merasa tertinggal.
Merasa bodoh karena tak tahu tren.
Merasa sepi karena tak ikut bicara.
Padahal, tubuhku belum sempat duduk tenang.
Hatiku belum benar-benar bangun.
Anehnya, rasa gelisah itu terasa akrab—seperti bukan aku saja yang mengalaminya.
Nah, pernahkah kamu merasa gelisah saat tidak bisa membuka media sosial? Atau panik karena tak tahu apa yang sedang ramai dibicarakan? Atau mungkin ... merasa cemas karena tak ikut tren yang sedang dibahas orang?
Kalau iya, kamu tidak sendiri.
Digitalisasi telah banyak memudahkan hidup.
Bersamaan dengan itu, ia juga membawa perubahan yang tak kasat mata—pada cara kita berpikir, merasa, dan berinteraksi.
Perubahan yang begitu halus, sampai kita nyaris tak menyadarinya.
FOMO: Ketakutan Tak Ikut Arus
FOMO, fear of missing out, adalah kecemasan yang muncul karena merasa tertinggal.
Tertinggal tren. Tertinggal cerita. Tertinggal validasi.
Kita pasti sudah sering mendengar istilah ini, tetapi tak sadar betapa kuat cengkeramannya.
Ini bukan hanya soal takut ketinggalan gosip. Ini tentang kecemasan sosial yang muncul karena merasa tidak terhubung.
Media sosial memperkuat rasa ini.