Cahaya lampu berkilauan, suara musik menggema, dan orang-orang berlalu lalang di antara janur serta bunga-bunga segar. Kemegahan dan kemewahan memenuhi ruangan, bersama kebahagiaan yang datang dan pergi mengikuti pasang surut hari. Bagi seseorang yang sedang merayakannya, ini adalah suatu momen terbesar dalam hidup dengan besar harapan bahwa perayaan seperti ini hanya akan terjadi sekali seumur hidup. Kain warna-warni yang menjuntai dari satu sisi ke sisi lain menjadi saksi bahwa dua hati yang bersanding hari ini sedang diliputi rona bahagia. Alunan lagu "Janji Suci" menambah kesan dan suasana haru dan kebahagiaan yang menggetarkan hati.
Di sisi lain, aku melangkah dengan gaun panjang berwarna denim sembari menenteng tas kecil putih berjalan menembus keramaian dan kebahagiaan yang menguar dari setiap sudut ruangan.
"Hoii, Dara! Wih, kapan pulang?" seru seorang perempuan cantik dengan gaun ungu muda yang membalut tubuh rampingnya. Wajahnya bersinar cerah, senyumnya tak kalah manis dari suasana pesta.
Aku tersenyum, membalas dengan nada ringan, "Belum lama, baru sekitar tiga hari ini."
Ia mendekat, matanya berbinar, tangannya memegang lenganku "Jangan lupa datang ya, aku bulan depan juga nyusul nikah, haha!" ucapnya sembari tertawa kecil
"Haha, oke, oke. Tapi nggak janji ya, semoga aku belum balik ke perantauan" gurauku sambil tersenyum.
"Siap, makanya cepet lulus, biar nyusul juga!" katanya, diselingi tawa kecil yang membuat suasana makin ringan, meski hatiku tak benar-benar se ringan itu.
"Tunggu situasi dan kondisi aja deh. Btw, aku ke sana dulu, ya mau nyamperin pengantin" ujarku, memotong percakapan sebelum topiknya melebar ke arah yang membuatku tak nyaman.
Sesegera mungkin aku meninggalkan percakapan itu. Aku melangkahkan kakiku mendekat ke arah spotlight hari ini. Perlahan, aku menaiki anak tangga satu per satu, dan setiap langkah terasa seperti beban yang tak kasat mata. Wajah kedua mempelai tersenyum cerah, dikelilingi bunga-bunga segar dan doa-doa hangat. Aku ikut tersenyum, meski entah senyum itu datang dari hati atau hanya sekadar bentuk kesopanan.
"Selamat ya" ucapku sambil menatap mata teman lamaku yang dulu pernah bersekolah bersama, namun kini berdiri dalam babak hidup yang berbeda. Ia menggenggam tanganku hangat.
"Makasih, Ra. Cepet nyusul ya" bisiknya pelan tepat di telinga kananku. Seketika, telingaku berdenging keras bukan karena volume suaranya, tapi karena ada yang tiba-tiba goyah di dalam sana.