Mohon tunggu...
Dimasmul Prajekan
Dimasmul Prajekan Mohon Tunggu... Guru - berbagi kebaikan untuk kehidupan

Anak desa mencari makna hidup

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Taliban: Dulu, Kini, dan Esok

23 Agustus 2021   05:26 Diperbarui: 25 Agustus 2021   02:15 1177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kepala Dewan Rekonsiliasi Nasional Afghanistan dan mantan negosiator pemerintah dengan Taliban, Abdullah Abdullah (kedua dari kanan); serta para delegasi Taliban lainnya, dalam pertemuan di Kabul, Rabu (18/8/2021). (Foto: TALIBAN via AP via kompas.com)

Adalah kenyataan bahwa Taliban pernah berkuasa. Setelah itu terusir dari pemerintahan akibat campur tangan Amerika. Adalah kenyataan lain kalau hari ini Taliban kembali berkuasa. 

Ashraf Ghani tak mampu menghadang kekuatan bersorban yang sesungguhnya. Ashraf Ghani akhirnya harus hengkang dari negerinya sendiri yang selama ini dicintainya.

Ketika Taliban berkuasa di era 1996-2021, sangat kasat mata pemerintahan yang ultrakonservatif. Wanita berburqa dan tak boleh beraktifitas secara bebas adalah pemandangan sejarah yang telah dilakukan di masa ia berkuasa.

Pemerintahan yang lebih terlihat fondamentalis, menjadi batu sandungan bagi keberhasilan pemerintahan Taliban saat itu. Dan ujung - ujungnya Taliban harus digulingkan.

Ketika terguling,  Taliban masih mempertontonkan sebagai sebuah faksi besar. Taliban tak berhenti kendati benar-benar sebagai oposisi. Tak sekadar berada di luar pemerintahan, mereka menganggap pemerintahan yang ada sebagai boneka Paman Sam. 

Disinilah yang melahirkan militansi. Motivasi perjuangan Taliban diyakini  syariat dan pelaksanaan hukum Islam harus diterapkan. 

Bagaimanapun juga brainstorm yang memposisikan Amerika sebagai musuh sangat kuat di benak anggota Taliban. Inilah yang membuat mereka solid dan eksis selama campur tangan Amerika ada disana.

Di luar kalkulasi Amerika, sebelum hengkang dari Afganistan, Taliban sudah jauh-jauh hari berhitung untuk merebut kembali tampuk kekuasaan. 

Dan faktanya, Ashraf Ghani meninggalkan istana kepresidenan sebelum Amerika benar-benar hengkang. Diikuti oleh eksodus warga dan komunitas yang merasa terancam di bawah kekuasaan Taliban. 

Masyarakat Afganistan dan pendatang merasakan kepanikan yang luar biasa dengan lengsernya Sang Presiden. Taliban sebagai kelompok yang ditakuti?

Pengalaman sejarah yang pahit terhadap perempuan selama Taliban berkuasa menjadi cacatan penting  di masa transisi. Dalam setuasi panik dan keadaan chaos Taliban harus bisa menjadi tandon air, memberikan solusi jitu agar setuasi stress tak berkepanjangan. 

Taliban harus mengedepankan persatuan bangsa bagi semua rakyat Afganistan, serta merajut kembali yang terserak. Harmonisasi dan rekonsiliasi menjadi agenda sangat penting akan pemulihan kecamuk perbedaan yang berlangsung selama ini.

Saya yakin Taliban akan menjadikan pengalaman masa lalu sebagai guru terbaik. Hanya kambing congek yang terantuk batu untuk kedua lakinya. 

Inilah momentum terbaik bagi Taliban untuk belajar dari kegagalan masa lalu. Kegaduhan dan kurangnya dukungan yang signifikan baik dari dalam negeri atau luar negeri akan menjadi batu sandungan bagi pemerintahan Taliban.

Maka cukup bijak jika Taliban bukan sekadar mengobral janji untuk mengakomudasi segenap kepentingan masyarakat heterogen Afganistan, tapi mampu menjadi solusi perbaikan dalam kehancuran multi dimensional di Afganistan. 

Inilah tugas yang tidak ringan. Buat apa memerintah kalau perang trus berkecamuk. Buat apa berkuasa,kalau setahun yang akan datang, Taliban kembali digulingkan?

Saya yakin Taliban hari ini bukan Taliban yang berkuasa kemarin. Kekuasaan Taliban yang lebih mengedepankan interpretasi-interpretasi konservatif, tertutup, tidak bersedia merespon kekinian, hanya akan menggali liang kuburnya sendiri. 

Taliban diharapkan mengubah ultra-konservatif dengan sentuhan kekinian. Artinya berani meninggalkan wilayah permasalahan yang bisa diperdebatkan.

Taliban bisa bercermin kepada keberhasilann Recep Tayyip Erdogan dengan AKPnya di Turki yang mendulang sukses besar dalam membangun bangsa yang beraroma Islam, tanpa harus menghancurkan. Partai berhaluan kanan moderat yang dipimpinnya mempu membangun kepercayaan masyarakat Turki. 

Strategi soft yang humanis dilakukan Erdogan bisa dijadikan referensi bagi pemerintahan baru Afganistan. Atau Taliban bisa menggogling wajah Islam dan sistem pemerintahan Indonesia. Apakah menggotong sistem demokrasi atau monarki, itu lain soal. 

Persoalan mendasar adalah pemerintahan transisi harus mampu mengakomudasi kepentingan masyarakat secara global. 

Taliban harus berusaha mengubur penyakit ego komunal (Taliban sebagai sebuah faksi) untuk mendengar denyut harapan otrang lain yang tak seirama..

Salah satu syarat keberhasilan adalah menyudahi perang saudara, meminimalisasi faksi-faksi yang punya kepentingan. Taliban harus bersikap moderat, merangkul segenap faksi yang ada. 

Gerakan washatiyah (moderasi) Islam yang sedang berkembang saat ini bisa menjadi inspirasi bagi Taliban dalam mengelola pemerintahan baru nanti. Disinilah titik krisis yang harus segera diselesaikan. Taliban tak boleh berlarut --larut, membiarkan masyarakat dalam ketidakpastian. 

Pemerintahan transisi, kalau mampu meyakinkan masyarakat Afganistan dan dunia bahwa semua masyarakat didorong untuk saling memahami (tafahum), seimbang (tawazun), toleran (tasamuh), akan lebih cepat menanamkan kepercayaan rakyat bagi pemerintahan Taliban.

Janji untuk melibatkan semua elemen tidak berhenti pada casing yang belum bermakna. Substansi terdalam dari pergantian pemerintahan ini adalah Afganistan milik semua. 

Tampilan Taliban yang terkesan keras, kaku, konservatif, puritan bahkan dituding sebagai pelindung bagi teroris akan hilang sendirinya seiring dengan dibangunnya sistem pemerintahan yang mengedepankan prinsip keadilan, persaudaraan sebangsa, dan pendekatan yang manusiawi.

Jika moderasi (jalan tengah) yang dipilih, sebagai jembatan penyeberangan antara ultra konservatif dengan pemikiran Islam modern akan menjadikan Afganistan lebih cepat menuju kebangkitannya. 

Pada sisi lain, semua harus menutup mata akan tawaran campur tangan dari negara ketiga. Pengalaman pahit tentang kehancuran Afganistan, karena keterlibatan negara ketiga yang memiliki kepentingan global, khususnya bisnis persenjataan. 

Buat apa Amerika memproduksi senjata kalau hanya sebagai penghuni gudang. Pada akhirnya ia akan mencari sasarannya, mencari pasarnya. Akankah Afganistan kembali menjadi korban bisnis persenjataan Amerika atau Rusia ??? rakyat Afganistan yang bisa menjawabnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun