Mohon tunggu...
dimas muhammad erlangga
dimas muhammad erlangga Mohon Tunggu... Aktivis GmnI

Baca Buku Dan Jalan Jalan Live In

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

LSM Merah Putih Vs LSM Berbendera Asing: Perebutan Wacana dan Pengaruh

25 Mei 2025   05:20 Diperbarui: 25 Mei 2025   05:20 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perebutan wacana antara LSM Merah Putih dan LSM Berbendera Asing terjadi di hampir semua lini: kebijakan lingkungan, agraria, HAM, hingga pendidikan. Misalnya, dalam kasus penolakan tambang emas di Wawonii, Sulawesi Tenggara, WALHI dan jaringan lokal mengedepankan hak masyarakat atas tanah dan kelestarian alam. Namun, LSM asing yang fokus pada "investment climate" justru mendorong pendekatan dialog agar perusahaan tetap bisa beroperasi dengan sedikit modifikasi prosedural---sebuah kompromi yang dinilai mengkhianati akar perjuangan rakyat.

Dalam dunia komunikasi, LSM berbendera asing sering lebih unggul karena punya sumber daya untuk membentuk narasi publik melalui riset, media, dan kampanye internasional. Sementara LSM Merah Putih masih bertumpu pada kekuatan komunitas dan advokasi langsung, meski mulai membangun jaringan digital yang kuat pasca pandemi.

Implikasi Politik dan Ekonomi

Kondisi ini tentu berdampak langsung pada arah kebijakan publik. Ketika narasi pembangunan didominasi LSM pro-asing, maka proyek infrastruktur besar, pembukaan lahan untuk sawit, dan penggusuran demi investasi dianggap wajar, bahkan ideal. LSM Merah Putih yang mengusung pendekatan pembangunan alternatif berbasis komunitas sering dianggap "penghambat kemajuan".

Data dari BPS dan WALHI tahun 2023 mencatat bahwa konflik agraria meningkat hingga 23% dalam dua tahun terakhir, sebagian besar melibatkan perusahaan besar yang mendapat justifikasi lewat proyek strategis nasional (PSN), dengan pembungkus narasi "pertumbuhan inklusif" yang didorong oleh LSM asing.

Mengapa Ini Penting?

Karena dalam perspektif Paulo Freire, rakyat harus menjadi subjek dalam pembangunan, bukan objek dari proyek yang ditentukan oleh elite atau kekuatan luar. Ketika LSM tidak berpihak pada rakyat, maka mereka hanya menjadi kaki tangan kekuasaan, bukan pembebas.

Kritik keras juga datang dari kalangan aktivis progresif seperti George Monbiot yang menyebut bahwa banyak LSM kini justru berperan sebagai pelumas neoliberalisme, melanggengkan sistem ketidakadilan dengan bahasa yang sopan dan akademik.

Penutup: Jalan Lurus Menuju Kedaulatan Rakyat

Penting bagi publik untuk lebih kritis dalam melihat siapa LSM yang benar-benar berjuang untuk rakyat, dan siapa yang sekadar membawa proyek asing. Negara juga mesti membuka ruang lebih luas untuk LSM Merah Putih agar tidak dikerdilkan oleh pendekatan teknokratik yang hanya mengukur sukses lewat data makroekonomi.

Seperti kata Soekarno, "Berikan aku 10 pemuda yang membara cintanya pada tanah air, niscaya akan kuguncangkan dunia." Maka, berikanlah ruang pada 10 LSM Merah Putih yang tulus membela rakyat, dan kita akan melihat arah pembangunan yang lebih berdaulat dan adil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun