Agak terkejut juga ketika aku mendapat tawaran untuk menguji kembali ilmu public speaking dan penulisan naskah dengan mengajar Tentara, apalagi ketika ternyata mengajarnya langsung di Markas Besar (Mabes) TNI di Cilangkap, Jakarta Timur.
Awalnya aku mengira itu hanya tawaran public speaking yang seperti biasa, terutama di bidang pekerjaanku sebagai seorang freelancer, yaitu menggebu di awal namun kemudian hilang lenyap tanpa tindak lanjut.
Mungkin juga tidak semua freelancer, tapi kami, para penulis skenario atau sineas "yang sedang berkembang", kerap ditawari pekerjaan yang seolah sudah pasti, namun ternyata bukan saja menjadi tidak pasti, melainkan lenyap dan raib seketika.
Banyak hal yang menjadi penyebabnya, biasanya adalah masalah ketidakcocokan harga dengan investor atau klien yang akan menggunakan jasa kami.
Sehingga saat tawaran mengajar di Mabes TNI itu hampir pasti, sekitar dua pekan lalu, aku agak sedikit terkejut. Bukan apa-apa, selain ini akan menjadi pengalaman menarik, aku memang belum pernah sama sekali berbicara di depan para tentara.
Ketika tawaran itu semakin pasti, aku kian jelas tawaran pekerjaan apa yang akan kudapati. Aku diminta berbagi pengalaman menulis naskah sebanyak 6 jam pelajaran (JP).
Ini menarik, 6 JP tidaklah sebentar, meski tentu saja kurang untuk benar-benar memahami apa itu naskah, terutama skenario.Â
Apalagi secara spesifik, "pesanan" Kepala Dinas Informasi dan Pengolahan Data TNI AL (Ka-Disinfolahtal) adalah mengajari anak buahnya tentang Teknik Videografi, spesifiknya produksi Video Dokumenter.
Dan lebih spesifiknya lagi akhirnya aku ditawari mengajarkan penulisan naskah dokumenter dengan konsep storytelling.
Baiklah. Aku menerima tawaran yang sekaligus menjadi tantangan perdanaku bicara di depan Tentara. Siapa tahu setelah ini dapat job serta tawaran serupa di kesatuan lainnya.
Sebagai pembicara awal, meski sudah terbiasa menyampaikan materi, agak ada sedikit rasa grogi, karena di pikiranku, berbicara dengan tentara pasti akan tegang, sedikit senyum dan tak bisa bercanda.