Tanggal 20 Mei diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional dan hendaknya ini bukan hanya soal sejarah dan pidato seremonial belaka.Â
Di Tanah Abang, atau Tenabang dalam lidah lokal, semangat hari kebangkitan nasional itu justru hidup di jalanan, di gang-gang sempit, dan di hati anak-anak muda yang sedang berusaha membangkitkan warisan lama dengan cara baru.Â
Mulai dari festival musik, pemutaran film pendek, hingga membangkitkan kembali ormas legendaris Ikatan Keluarga Besar Tenabang (IKBT), inilah kebangkitan dalam arti yang paling harfiah: dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat.
Saya mengenal mereka secara tidak sengaja, saat sedang menelusuri jejak-jejak komunitas urban yang hidup di balik hiruk pikuk Jakarta dengan memperkenalkan film pendek dan cara memproduksinya secara sederhana.
Dalam sebuah kesempatan, saya berkenalan dengan seorang sutradara film pendek, Ridho Nur Abdi, yang memulai kiprahnya dengan membuat film berjudul Rantai Putus dan tayang di platform digital lokalfilm.id.
Hingga kemudian takdir kembali mempertemukan kami dalam sebuah spirit yang sama, jika boleh disebut, spirit kebangkitan bangsa.
Dimana keadaan itu ingin kami mulai dengan menggali kearifan lokal yang ada di sekitar untuk kemudian disampaikan dalam sebuah film.
Sampailah kami pada "kesepakatan" untuk menggali lebih dalam, legenda Tenabang yang belakangan ini sempat digadang-gadang sebagai satu-satunya tokoh penakluk Hercules, si preman yang konon berkuasa di daerah Bongkaran, Tanah Abang.
Saya mulai mengumpulkan data sekaligus menuliskannya dalam artikel yang terbit di media online dengan tulisan berikut ini (silahkan di klik), itu merupakan awal kupasan saya tentang Ucu Kambing, sang legenda dan Jawara Betawi yang disegani.
Tulisan itu pun mengundang reaksi dukungan dari mereka setelah pada akhirnya kami mulai menyusuri dengan "turun ke jalan" menyambangi para narasumber yang kredibel.
Hingga kemudian di hari Minggu, (11/05/2025) lalu saya bersilaturahmi ke sekretariat