Mohon tunggu...
Dimas Jayadinekat
Dimas Jayadinekat Mohon Tunggu... Author, BNSP Certified Screenwriter, Public Speaker, Enterpreneur Coach

Penulis buku Motivasi Rahasia NEKAT (2012), Penulis Skenario lepas di TVRI dan beberapa rumah produksi (2013-kini), Penulis Rubrik Ketoprak Politik di Tabloid OPOSISI dan Harian TERBIT (2011-2013), Content Creator di Bondowoso Network, Pembicara publik untuk kajian materi Film, Skenario, Motivasi, Kewirausahaan, founder Newbie Film Centre

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sang Lelaki yang Lelah Berbuat Baik

13 Desember 2024   15:08 Diperbarui: 13 Desember 2024   16:17 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Erik Mclean from Pexels: https://www.pexels.com/photo/anonymous-man-walking-down-steps-in-yard-5662815/

"Anjungan!" maki Mad Katro memplesetkan kata makian yang diambilnya dari binatang berkaki empat itu.

Sebagai seorang seniman, Mad katro memang selalu punya cara memperindah kata dengan menggunakan aneka sinomim ataupun antonim di dalam mengungkapkan kekesalannya. Sejak kecil, meski terlahir dari keluarga seniman pula, ia diajarkan untuk selalu bersikap santun. Bahkan untuk mengatakan kentut saja, ia bisa dihukum seharian di kamar mandi oleh ayahnya.

Berangkat dari peristiwa di masa kecilnya itulah, ia sangat menjaga perkataannya, sekesal apapun dirinya, seingin apapun ia memaki atau mencela orang yang disebalinya. Agak aneh memang, tapi jadi sangat menarik dan merupakan tantangan tersendiri baginya.

"Berbuat baiklah dengan dimulai dari berkata-kata yang baik. Kalau kamu selalu berbuat baik, maka hidupmu akan baik-baik saja dan kamu akan dikelilingi oleh orang-orang baik juga." nasihat sang ayah pada suatu ketika.

Nasihat itu sudah menjadi dogma baginya dan membuatnya menjadi selalu terobsesi untuk senantiasa berbuat baik. Dan memang, awalnya, kebaikan selalu datang kepadanya, lebih tepatnya ketika ia masih remaja hingga sebelum menikah.

Ketika itu ia sangat setuju bahwa segala perbuatan baik yang dilakukan pasti akan berbuah kebaikan, bahkan ia sempat ingin menjadi motivator karena memandang di dunia ini sudah semakin sedikit orang yang gemar berbuat baik.

Bahkan ia sempat membuat sebuah organisasi yang sengaja dibentuk untuk menggalang kebaikan dan saling membagikan kebaikan kepada sesama manusia.

Berhasil? Sebentar...

Ya, hanya sebentar dan Mad Katro sudah sempat berbangga hati karena organisasinya itu mendadak populer, sayangnya ketika itu belum ada media sosial. Jadi, kepopulerannya di dapat dari wartawan media cetak yang mendadak mendatanginya, kemudian silih berganti kawan-kawan mereka dari media lain pun berdatangan.

Tak sampai di situ, ia sampai sempat lelah untuk mengatur jadwal kuliah yang akhirnya berantakan karena popularitasnya kian meroket setelah ia tampil bersama tim bentukannya di televisi.

Mulai dari sana, kemudian bermunculan intrik-intrik di kalangan anggota organisasinya, bahkan menyasar memasuki "ring 1" organisasinya.

Fitnah terhadap dirinya menjalar, ia dianggap tidak transparan di dalam mengelola keuangan. Kekejian fitnah itu terus datang bertubi-tubi hingga tim serta organisasinya pecah berantakan!

Sakit rasanya..luka tapi tak berdarah...mungkin itu istilahnya sekarang.

Namun ia tak pernah lelah untuk terus berbuat baik sampai kemudian ia menikah dan di sanalah, di kehidupan pernikahannya ia banyak menemukan kebaikan yang sering terkalahkan oleh segala hal tidak baik, bahkan kejahatan yang memilukan.

Mad Katro berpikir, pengkhianatan dan fitnah terhadap dirinya telah berakhir di masa lalu, saat dengan bangganya ia menyebut bahwa ia telah mampu "move on".

Ternyata tidak!

Kehidupannya setelah menikah kian runyam dengan aneka permasalahan yang memaksanya untuk meninggalkan segala kebaikan dan segala sesuatu di seputar dogma serta nasihat ayahnya dulu.

"Bang..beras habis," ungkap istrinya sambil menggendong anak keempatnya.

Untungnya pertanyaan itu diajukan bukan ke Sadbor, si raja joged tiktok dari Sukabumi yang mendadak kaya raya dan membuat desanya mengikuti jejaknya. Jika Sadbor mendengar perkataan istrinya, pasti ia akan menjawab, "Beras habis? lipe solusinyaaa..." dan kemudian akan terdengar musik yang menjadi lagu  andalan saat mereka berjoget.

Dan ketika ditanya seperti itu, uang lagi tak ada, sungguh perih rasanya. Bagaikan luka menganga yang dikucuri air perasan jeruk nipis. Uuhhhhh, perihhh..

Kejadian beras habis itu belum seberapa, karena kemudian rangkaian kesedihan dan kepedihan lainnya terus datang bagaikan serangan laron yang mengerubungi lampu di malam hari.

Tidak terasa menyakitkan pada awalnya, tapi sangat menyebalkan dan terasa sangat menganggu. Sehingga akhirnya, lama kelamaan juga menimbulkan rasa sakit dan kian membuat hidupnya menjadi tak nyaman.

Mendadak fakir dan miskin setelah pernah mengenyam harta berlimpah yang lebih dari cukup, membuatnya kian frustasi dan membentuknya menjadi seseorang yang sangat temperamental.

Ia pernah ribut bersitegang dan hampir terjadi perkelahian ketika sedang mengisi bensin di SPBU, hanya karena masalah sepele, ia sangat tersinggung dengan perkataan si tukang bensin kepadanya.

"Silahkan pak, dimulai dari nol ya.."

Wajah Mad Katro yang baru menerima telepon karena proyeknya ditunda, langsung marah seketika, "Enak aja dimulai dari nol. Ini saya sudah revisi semua, seenaknya aja harus dimulai lagi dari nol. Mikir dong lu!"

"Lha kok lo jadi sewot bang?" tanya si petugas SPBU tak terima

Dan akhirnya perdebatan keburu dilerai oleh pengendara motor yang mengantri serta ikut kesal oleh ulah Mad Katro karena dinilai lebay itu.

Banyak hal lagi yang membuat Mad Katro merasa sangat lelah dengan segala tindakan baik darinya, yang seolah tak disambut dengan baik oleh lingkungannya.

"Ini gila apa? karya seni seunik ini mau kalian bayar murah? Kalian ini manusia yang nggak ngerti seni ya! terus kalian pikir, seniman seperti saya ini harus makan apa kalau hasil karya kami selalu direndahkan begini!"

Itu terjadi saat ia menawarkan lukisan dan handycraft buatannya, unik memang, namun orang-orang beranggapan bahwa harga yang ditawarkannya terlalu tinggi.

Akhirnya Mad Katro hanya bisa mengutuk di dalam hati, ia menyimpan kedongkolannya yang entah akan tersalurkan kapan dan kepada siapa, meski ia sangat paham bahwa itu sangat tidak baik. Melepaskan emosi ke orang dan lingkungan memang kurang arif dan bijaksana. Namun, masihkah pantas ia berlaku bijak di saat dirinya merasa menjadi korban ketidakbijakan orang kepadanya?

Hatinya terus memerih dan wajahnya tak jarang berubah memerah ketika dari hari ke hari ia semakin melihat rendahnya penghargaan orang terhadap budaya dan karya seni kreasinya.

Ia tahu bahwa dirinya tidak bisa menyalahkan siapa dan apapun karena apa yang mereka lakukan kepadanya itu sebenarnya sah-sah saja. Terutama di konteks bahwa tak semua orang harus membeli produk seni dan budanya itu.

Hingga akhirnya semua orang terkejut saat mengetahui bahwa Mad Katro kini tidak lagi menjadi orang baik. Ia menjadi penipu ulung, bahkan berani melakukan pembegalan kepada motor yang berada di lampu merah.

Wajah Mad Katro yang dulunya ramah ke setiap orang dan selalu dihiasi oleh senyum manis, kini tak lagi tampak. Wajahnya selalu terlihat keras dan tegang, senyum di bibirnya tak lagi terurai menyambut siapapun yang menyapanya.

Karena itu, dampaknya kian terasa ke dalam kehidupan Mad Katro, ia malah semakin susah karena pancaran energi yang keluar dari dalam dirinya menjadi negatif.

Ia yang dulu disukai hanya karena melihat tampangnya, kini terlihat sangat jauh dari kondisi itu, orang tak lagi ingin berbicara kepadanya. Segala perkataannya berubah menjadi kalimat-kalimat nyinyir yang terus menyindir dan menyerang secara membabi-buta ke siapapun yang dianggap berusaha memojokkan dirinya.

Mad Katro terlihat panik ketika menyadari, mereka yang dulu menjadi bagian manis di dalam setiap kehidupannya, secara perlahan tapi pasti mulai pergi meninggalkannya.

"Aku lelah, bun. Aku lelah berbuat baik," ucapnya di depan pusara makam istrinya.

Dalam beberapa menit kunjungannya, ia hanya bisa terduduk lemas dan menangis. Mad Katro setelah itu harus pergi ke rumah sakit, anaknya yang bontot dirawat karena terkena demam berdarah.

Sementara kakak-kakak si bontot sekarang sudah asyik hidup sendiri dengan dunianya, padahal Mad Katro adalah orang yang asyik dan sangat dekat dengan anak-anaknya. Namun, ia kini seperti ditinggal sendirian menghadapi segala hal tidak baik yang dihadapinya.

Mad Katro lelah dan mulai sangsi, apakah kebaikan yang dikatakan ayahnya itu harus terus dijalani setelah kepahitan dan kepedihan hidup terus menerus menyerangnya secara bertubi-tubi?

"Bun, aku lelah..capek.."

Mad Katro pun memeluk nisan istri tercintanya itu dengan wajah sendu hingga akhirnya memejamkan mata penuh kesedihan.***

           

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun