Ia tahu bahwa dirinya tidak bisa menyalahkan siapa dan apapun karena apa yang mereka lakukan kepadanya itu sebenarnya sah-sah saja. Terutama di konteks bahwa tak semua orang harus membeli produk seni dan budanya itu.
Hingga akhirnya semua orang terkejut saat mengetahui bahwa Mad Katro kini tidak lagi menjadi orang baik. Ia menjadi penipu ulung, bahkan berani melakukan pembegalan kepada motor yang berada di lampu merah.
Wajah Mad Katro yang dulunya ramah ke setiap orang dan selalu dihiasi oleh senyum manis, kini tak lagi tampak. Wajahnya selalu terlihat keras dan tegang, senyum di bibirnya tak lagi terurai menyambut siapapun yang menyapanya.
Karena itu, dampaknya kian terasa ke dalam kehidupan Mad Katro, ia malah semakin susah karena pancaran energi yang keluar dari dalam dirinya menjadi negatif.
Ia yang dulu disukai hanya karena melihat tampangnya, kini terlihat sangat jauh dari kondisi itu, orang tak lagi ingin berbicara kepadanya. Segala perkataannya berubah menjadi kalimat-kalimat nyinyir yang terus menyindir dan menyerang secara membabi-buta ke siapapun yang dianggap berusaha memojokkan dirinya.
Mad Katro terlihat panik ketika menyadari, mereka yang dulu menjadi bagian manis di dalam setiap kehidupannya, secara perlahan tapi pasti mulai pergi meninggalkannya.
"Aku lelah, bun. Aku lelah berbuat baik," ucapnya di depan pusara makam istrinya.
Dalam beberapa menit kunjungannya, ia hanya bisa terduduk lemas dan menangis. Mad Katro setelah itu harus pergi ke rumah sakit, anaknya yang bontot dirawat karena terkena demam berdarah.
Sementara kakak-kakak si bontot sekarang sudah asyik hidup sendiri dengan dunianya, padahal Mad Katro adalah orang yang asyik dan sangat dekat dengan anak-anaknya. Namun, ia kini seperti ditinggal sendirian menghadapi segala hal tidak baik yang dihadapinya.
Mad Katro lelah dan mulai sangsi, apakah kebaikan yang dikatakan ayahnya itu harus terus dijalani setelah kepahitan dan kepedihan hidup terus menerus menyerangnya secara bertubi-tubi?
"Bun, aku lelah..capek.."