Mohon tunggu...
Dimas Andi Shadewo
Dimas Andi Shadewo Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa Sastra Indonesia UI. Pendiri, pemilik, pengelola, dan editor http://dimasallstar.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

[Review] Bangkit! : Dahsyat Namun Keterlaluan

30 Juli 2016   14:50 Diperbarui: 30 Juli 2016   18:21 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster Film Bangkit (sumber: cinemags.id)

[Warning! Spoiler Alert!]

Di penghujung bulan Juli, jagad perfilman Indonesia disuguhkan oleh karya sineas kawakan, Rako Prijanto. Dengan judul Bangkit!, sang sutradara mencoba membawa para pecinta film dalam negeri menuju level yang belum pernah dilalui. 

Bangkit! merupakan film bergenre action-disaster pertama di Indonesia. Film ini mencoba merekam betapa dahsyatnya bencana alam yang sebenarnya cukup akrab di telinga masyarakat tanah air, yakni hujan badai, banjir, dan gempa bumi. Ekspektasi publik terhadap karya penulis skenario Ada Apa dengan Cinta (2002) tersebut tentulah besar.

Tensi tinggi langsung terjadi di awal film saat upaya penyelamatan dilakukan oleh Addri (Vino G. Sebastian), seorang anggota tim Badan SAR Nasional (Basarnas). Ia dan timnya berhasil menyelamatkan seluruh penumpang bus yang hampir terjun ke dalam jurang usai terlibat kecelakaan saat terjadi hujan deras.

Cerita berlanjut pada penggambaran kehidupan rumah tangga keluarga Addri. Sang istri, Indri (Putri Adudya), tampak memahami kesibukan Addri. Namun, kesulitan Addri untuk meluangkan waktu bersama keluarga, membuat hubungan antara ia dan kedua anaknya, Eka dan Dwi, menjadi renggang.

Di tempat terpisah, Arifin (Deva Mahenra), seorang analis Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) tengah bersiap-siap menjalani hari pernikahannya dengan Denanda (Acha Septriasa). Saat itu kondisi cuaca sedang buruk akibat hujan deras disertai angin kencang.

Sial bagi Arifin, usai membeli cincin perkawinan, dirinya yang sedang berada di lantai basement tiba-tiba diterjang banjir yang berasal dari luar gedung pusat perbelanjaan. Arifin pun kemudian ditolong oleh Addri yang sedang bertugas di lokasi tempatnya berada. Sejak saat itu, bencana besar terjadi di Jakarta dan terus mengiringi jalannya film.

Cepat dan memaksa. Itulah kesan yang didapat ketika menyaksikan film Bangkit!.

Setelah sekuen penyelamatan oleh Addri dan gambaran kehidupan rumah tanggannya, kita langsung disajikan berbagai adegan mengenai bencana alam yang melanda ibu kota. Sementara itu, latar belakang atau penyebab terjadinya bencana alam yang memporak-porakan Jakarta tidak langsung disampaikan di awal cerita.

Alur cerita sebelum memasuki bagian klimaks, diwarnai dengan banyak adegan yang berlangsung begitu cepat. Sekuen ketika Addri berupaya menyelamatkan keluarganya dari banjir bandang adalah salah satunya.

Saking cepatnya alur cerita, hal itu menimbulkan beberapa kejadian janggal yang berujung pada performa tokoh yang terlihat kurang maksimal di mata penonton.

Arifin misalnya. Sangat tidak logis sekaligus memaksa ketika ia bisa beraktivitas normal, padahal beberapa jam sebelumnya analis BMKG ini masih tenggelam di lantai basement tempatnya memarkir kendaraan. Hal serupa terjadi ketika ia mampu kembali bekerja dengan penuh energi tidak lama setelah dirinya diselamatkan oleh tim SAR akibat kecelakaan saat bertugas.

Kedua tokoh utama, Addri dan Arifin, sama-sama memiliki konflik eksternal dan internal.

Addri dituntut siaga menyelamatkan warga yang menjadi korban bencana, di sisi lain ia juga harus membagi perhatian kepada keluarganya yang juga butuh pertolongan. Setali tiga uang, Arifin mesti menemukan analisis yang tepat terkait sebab dan akibat bencana besar yang menghantui Jakarta. Di lain kesempatan, ia juga dituntut menyelesaikan masalah pribadinya dengan Denanda.

Sekilas, konflik yang melanda dua tokoh tersebut menjadi bumbu penyedap yang menarik terhadap keberlangsungan cerita. Sayang, hal itu tidak diimbangi oleh naskah dan dialog yang kuat. Yang terjadi justru para tokoh kerap bersilat lidah dengan dialog yang cenderung monoton dan memaksa.

Untuk urusan visual, dengan biaya produksi lebih dari 12 miliar rupiah, publik tentu berharap mendapat penggambaran rinci terkait tenggelamnya kota Jakarta akibat bencana alam. Namun, membandingkan kualitas visualnya dengan film bergenre serupa seperti 2012 atau The Day After Tomorrow adalah sebuah kesalahan. Film ini jelas masih dalam level awal.

Pada kenyataannya, kualitas efek visual film Bangkit! jelas belum sepenuhnya sempurna. Meski begitu, secara keseluruhan, visualisasi yang coba ditampilkan dalam film tersebut cukup memberikan rasa tegang bagi para penontonnya.

Sekuen ketika gempa bumi berlangsung bisa disebut sebagai bagian terbaik dalam film ini. Adegan runtuhnya gedung-gedung dan jembatan mampu meninggalkan kesan ngeri sekaligus takjub terhadap kedahsyatan gempa, terlepas dari belum sempurnanya efek CGI yang diberikan.

Pada akhirnya, inisiatif Rako Prijanto untuk menjadi pelopor lahirnya film bergenre action disaster patut mendapat apresiasi, meski harus diakui bahwa sebenarnya saat ini popularitas dan kualitas genre tersebut sedang mengalami penurunan di level internasional.

Terlepas dari belum sempurnanya efek visual yang digunakan, setidaknya film Bangkit! masih bisa menampilkan secara epik pemandangan dahsyat sekaligus mengerikan terhadap bencana alam yang melanda kawasan ibu kota.

Namun, sangat disayangkan hal itu tidak dibarengi dengan elemen cerita yang kuat. Penyampaian cerita yang terburu-buru, terlalu memaksa, hingga kerap menyimpang dari logika menjadi lubang besar yang mempengaruhi kualitas film tersebut.

Rating: 6/10 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun