Mohon tunggu...
Dimas Agus Hairani
Dimas Agus Hairani Mohon Tunggu... Administrasi - Man Jadda Wajada

S1 Manajemen Unesa | S2 Sains Manajemen Unair | Part of LPDP_RI PK 163

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Musakat, Maksiat: Makin Dekat Siksa Akhirat

13 September 2017   08:59 Diperbarui: 27 Februari 2018   01:10 920
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

“Ojo musakat dadi wong-jangan menjadi manusia yang tercela”. Begitulah mungkin ungkapan orang Jawa yang pernah kita dengar ketika mengingatkan seseorang saat hendak melakukan suatu aktivitas yang dianggap tidak baik. Arti kata musakat ternyata dari kata maksiat, yang memiliki pengertian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia [1] adalah segala perbuatan yang tercela dan buruk. Sebagai manusia, kita tidak luput dari berbuat salah. Tapi yang menjadi tidak wajar adalah ketika manusia tersebut sudah mengetahui hal itu salah kemudian terus dilakukan tanpa merasa bersalah. Bukankah aneh, ketika seseorang tau di depannya ada lubang tapi tetap dilalui sehingga terperosoklah orang tersebut.

Maksiat merupakan kata serapan yang diambil dari bahasa arab yang mufradatnya adalah ma’shiyatun (الـمَعْصِيَةُ) yang berarti kedurhakaan yang diambil dari kata dasar (masdar) yaitu aashin, 'ishyaanu (عِصْيَانٌ عَاصٍ،) [2]. Durhaka adalah ingkar, tidak patuh, selalu membantah [3]. Dalam agama Islam, maksiat berarti tidak patuh terhdap perintah Allah dan RasulNya, tidak patuh terhadap ajaran-ajaran Islam. Ajaran Islam memerintahkan agar bersedekah, tapi dengan banyaknya harta tetap dia enggan melakukannya. Punya badan sehat jasamani dan rohani, perintah shalat tak ia jalani. Inilah yang disebut maksiat, dia ingkar, dia durhaka terhadap Allah dan RasulNya.

Ajaran Islam tidak hanya berfokus pada peribadatan secara ritual, dalam hal ini segala aktivitas yang telah diperintahkan Allah dan RasulNya dimana langsung bersinggungan dengan Allah. Akan tetapi, ajaran Islam juga memerintahkan melakukan halhal kebaikan pada seluruh makhluk yang Allah ciptakan, tak hanya sesama manusia, akan tetapi hewan, tumbuhan, alam, dan makhluk Allah yang lain. Sehingga ketika kita ingkar atau enggan melakukan perintah Allah baik beribadah secara ritual kepadaNya, maupun melaksanakan perintahNya untuk berbuat kebaikan pada makhlukNya, bisa jadi kita masuk dalam kategori yang dalam Al Quran, Allah katakan sebagai manusia yang berlaku durhaka.

 

Allah berfirman, “wamayya'shillaha wa rosuulahuu faqod dholla dholaalam mubiinaa-Dan barang siapa mendurhakai Allah dan RasulNya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (Al Ahzab (36): ayat 33). Dalam petunjukNya tersebut, Allah mengatakan bahwa orang yang durhaka berarti dia telah tersesat. Apabila diibaratkan, berarti seseorang tersebut yang sedang berada pada “jalan kehidupan” yang akan menuju “rumah kembali” dia tidak lewat jalan yang benar, dia tersesat. Perintah Allah dan RasulNya tidak lain pasti mengandung kebaikan untuk umat manusia. Seperti halnya rambu-rambu lalu linta yang kita temui di jalan. Menunjukkan arah-arah yang akan kita tuju, petunjuk lokasi, peringatan-peringatan. Bagaiamana jadinya ketika kita tidak mau memperhatikan atau bahkan ingkar terhadap petunjuk jalan itu?. Ketika seharusnya ke bandara adalah belok kiri, justru kita belok kanan. Maka tidak salah ketika orang itu tidak sampai tujuan, atau bahkan tersesat. Ditambah lagi orang-orang yang melanggar pasti akan diberikan sanksi atas pelanggaran yang telah dibuatnya. Begitulah ibarat orang yang tidak mau mengikuti perintah Allah dan RasulNya, atau bahkan mengingkarinya, dia akan tersesat dari jalan yang baik dan mendapatkan hukuman dari Allah.

Lalu bagaimanakah agar kita tidak tersesat dalam melewati jalan yang namanya kehidupan ini?, mari renungkan petunjuk Allah dan RasulNya berikut ini, “Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan, (yaitu) orang-orang yang mendustakan hari pembalasan. Dan tidak ada yang mendustakan hari pembalasan itu melainkan setiap orang yang melampaui batas lagi berdosa, yang apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, ia berkata: "Itu adalah dongengan orang-orang yang dahulu". Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka. Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar tertutup dari (rahmat) Tuhan mereka. Kemudian, sesungguhnya mereka benar-benar masuk neraka. Kemudian, dikatakan (kepada mereka): "Inilah azab yang dahulu selalu kamu dustakan". (Al Muthoffifin: 10-17).

Ada kata kunci yang Allah sampaikan pada petunjukNya tersebut, yaitu mengapa orang-orang tersebut mendapatkan azab?, karena hati orang-orang tersebut telah tertutup. Mengapa tertutup?, karena mereka mendustakan Allah. Kuncinya adalah, karena hati mereka tertutuplah yang menyebabkan mereka mendapatkan azab. Tertutupnya hati dikarenakan perbuatan ingkar mereka kepada Allah dan RasulNya.

Sudah jelas jika ke bandara adalah belok kiri, justru kita belok kanan. Apa yang terjadi?, kita tersesat. Dan tersesatnya kita adalah dikarenakan perbuatan kita sendiri bukan?. Kita menutup diri kita dari petunjuk yang sudah jelas. Lalu bagaimana petunjuk itu bisa kita dapatkan jika kita tutup hati kita. Ibaratnya kita disediakan GPS untuk membantu menemukan jalan ke tujuan kita, kemudian kita ingkar yaitu dengan tidak memperdulikan GPS tersebut, ditutuplah GPS tersebut, apa yang terjadi?, kita tersesat karena perbuatan kita sendiri, bagaimana mau bisa menerima arahan petunjuk, ketika GPS nya telah dia tutup?.

Mari renungkan apa yang dikatakan oleh Nabi Muhammad dalam sabda beliua, “Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka dititikkan dalam hatinya sebuah titik hitam(NUKTAH). Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya dibersihkan. Apabila ia kembali (berbuat maksiat), maka ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya. Itulah yang diistilahkan “ar raan” yang Allah sebutkan dalam firmanNya (yang artinya), ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka’. [4]

Rasulallah mengibaratkan, maksiat adalah sebagai titik hitam. Titik hitam ini didapatkan seseorang ketika melakukan suatu perilaku yang mengingkari Allah dan rasulNya. Hal inilah yang membuat hati lama kelamaan akan tertutup, sehingga dia tidak mendapatkan rahmat Allah. Rahmat Allah bagaikan cahaya, ketika cahaya itu melewati kaca yang bening, maka cahaya itu akan tembus. Ketika kaca tersebut dicat dengan titik-titik hitam, semakin banyak titik hitamnya maka membuat cahaya yang masuk semakin berkurang, dan ketika titik hitam sudah menyebar dan memenuhi kaca tersebut, yang terjadi adalah cahaya tersebut tidak masuk sama sekali.

Maka, agar kita tidak tersesat, menempuh jalan yang baik, sampai tujuan dengan selamat, ikutilah petunjuk yang telah Allah buat, lakukanlah dan jangan diingkari. Allah katakan, “Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman. Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat.” (Al Baqarah (2): ayat 6-7).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun