Mohon tunggu...
Dikdik Sadikin
Dikdik Sadikin Mohon Tunggu... Akuntan yang Penulis

Dikdik Sadikin. Kelahiran Jakarta, berdomisili di Bogor, memiliki karir di birokrasi selama sekitar 38 tahun. Menulis menjadi salah satu hobby mengisi waktu luang, selain menggambar karikatur. Sejak SMP (1977), Dikdik sudah menulis dan dimuat pertama di majalah Kawanku. Beberapa cerpen fiksi dan tulisan opininya pernah dimuat di beberapa antologi cerpen, juga di media massa, antara lain tabloid Kontan dan Kompas. Dikdik Sadikin juga pernah menjadi pemimpin redaksi dan pemimpin umum pada majalah Warta Pengawasan pada periode 1999 s.d. 2002. Sebagai penulis, Dikdik juga tergabung sebagai anggota Satupena DKI. Latar belakang pendidikan suami dari Leika Mutiara Jamilah ini adalah Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (lulus 1994) dan Magister Administrasi Publik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (lulus 2006).

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Perjuangan Efesiensi di Tengah Badai Krisis

14 September 2025   21:01 Diperbarui: 14 September 2025   21:44 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Merumuskan dan mengimplementasikan efesiensi di sebuah Bank Swasta ternama saat krisis 1997. (Ilustrasi: DALL-E) 

Perjuangan Efisiensi di Tengah Badai Krisis

Oleh Dikdik Sadikin

Disiplin anggaraan sering terasa pahit. Tetapi dari hal itu lah lahir penyelamatan: bukan hanya angka yang dipotong, tapi ilusi yang ditelanjangi. Sebab krisis selalu menelan kapal, dan hanya mereka yang berani menanggalkan beban sia-sia yang akan tetap terapung.

(Cerita dalam artikel ini merupakan kasus nyata yang dilakukan seorang kolega ketika bekerja di sebuah bank swasta nasional pada masa krisis 1997. Nama-nama disamarkan demi kerahasiaan pihak-pihak terkait dalam tulisan.)

Babak I: Mandat di Tengah Krisis

1997. Rupiah jatuh seperti dilempar dari atap pencakar langit. Di televisi, angka kurs berganti tiap jam, seperti jam pasir yang bocor. Antrean nasabah yang resah mengular di bank-bank; wajah-wajah yang memandang papan kurs dolar lebih lama daripada wajah anaknya sendiri.

Di ruang rapat berpanel kayu, seorang auditor bernama Fred---sebut saja begitu---dipanggil. Selama ini ia hidup di balik berkas, sunyi, tenggelam dalam angka. Kini ia didorong ke panggung depan.

"Mulai hari ini, kamu pimpin proyek efisiensi," ujar Direktur Operasional.

"Kenapa saya?" Fred bertanya pelan.

"Karena kamu berani. Dan karena yang lain lebih memilih aman."

Sejak itu Fred bukan lagi sekadar auditor. Ia ditakdirkan menjadi tukang gergaji, mencincang dahan yang rapuh---dahan yang selama ini menjadi kursi empuk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun