Sewell tidak mati karena AI. Ia mati karena kesepian. Karena dunia nyata gagal menyediakan pangkuan ketika ia lelah. Maka ia mencari pelukan dalam bayangan. Dan ketika bayangan itu berkata "datanglah," ia percaya.
Tapi tak ada yang menyambut di sana. Tak ada tubuh. Tak ada rumah. Hanya sunyi yang abadi.
Setelah semuanya usai, ibunya mungkin masih menyimpan ponsel itu. Mungkin menguncinya dalam laci. Mungkin tak sanggup dibuka lagi. Tapi di dalamnya, tertinggal semua jejak: percakapan, panggilan, dan cinta yang salah alamat.
Kita hidup di dunia yang terhubung. Tapi setiap sambungan hanya membawa kita lebih jauh dari yang nyata.Â
Kita menyebutnya "AI." Tapi mungkin yang lebih jujur adalah: Autistic Intimacy, kedekatan yang tak pernah benar-benar hadir.
Dan Sewell pun menjadi salah satu korban dari ciptaan kita yang terlalu cepat melaju, tapi terlalu lambat mencinta.
Bogor, 12 Juni 2025
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI