Mohon tunggu...
Dikdik Sadikin
Dikdik Sadikin Mohon Tunggu... Akuntan yang Penulis

Dikdik Sadikin. Kelahiran Jakarta, berdomisili di Bogor, memiliki karir di birokrasi selama sekitar 38 tahun. Menulis menjadi salah satu hobby mengisi waktu luang, selain menggambar karikatur. Sejak SMP (1977), Dikdik sudah menulis dan dimuat pertama di majalah Kawanku. Beberapa cerpen fiksi dan tulisan opininya pernah dimuat di beberapa antologi cerpen, juga di media massa, antara lain tabloid Kontan dan Kompas. Dikdik Sadikin juga pernah menjadi pemimpin redaksi dan pemimpin umum pada majalah Warta Pengawasan pada periode 1999 s.d. 2002. Sebagai penulis, Dikdik juga tergabung sebagai anggota Satupena DKI. Latar belakang pendidikan suami dari Leika Mutiara Jamilah ini adalah Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (lulus 1994) dan Magister Administrasi Publik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (lulus 2006).

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur

Pintu-Pintu yang Perlahan Ditutup di Balik Angka Pertumbuhan

4 Juni 2025   14:03 Diperbarui: 20 Juni 2025   20:59 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Malaikat Maut Industri mengetuk pintu. (Sumber gambar: Thread @Sahamtalk) 

Mungkin itu pula yang kini kita lupakan. 

Kita menyandarkan harapan pada angka pertumbuhan, tapi melupakan bahwa setiap angka yang naik seringkali menyembunyikan hidup yang melorot. 

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I 2025 hanya mencapai 4,87% (y-on-y), melambat dari 5,11% pada periode yang sama tahun lalu (BPS, 5 Mei 2025). Meski terlihat masih tumbuh, tetapi jumlah penganggur justru bertambah, dari 7,20 juta orang pada Februari 2024 menjadi 7,28 juta orang pada Februari 2025, karena pertumbuhan angkatan kerja tidak diimbangi penyerapan lapangan kerja yang cukup (BPS, 5 Mei 2025).

Yang lebih mengkhawatirkan, pengangguran terdidik justru meningkat tajam: tingkat pengangguran lulusan S1 ke atas naik menjadi 6,23% dibanding tahun lalu yang hanya 5,25% (DetikEdu, 5 Mei 2025). Lulusan perguruan tinggi yang selama ini diyakini sebagai tumpuan mobilitas sosial justru tergelincir ke dalam jebakan intelektual tanpa peran.

Kita sudah terlalu biasa membaca berita PHK seperti membaca prakiraan cuaca: musiman, bisa diprediksi. Ketika investor hengkang karena fraud, ketika buruh terdepak karena efisiensi, dan ketika media mati karena tak sempat berubah, yang mati bukan hanya perusahaan, tetapi juga harapan akan masa depan yang lebih beradab.

Sebab pertanyaan yang sesungguhnya bukan pada mengapa industri itu tumbang, tetapi: ke mana mereka yang tertumbangkan akan berpulang? Dan mengapa tak ada yang bertanya keras atas gelombang sunyi yang datang satu per satu, seperti pintu-pintu yang ditutup tanpa salam?

Kanada, misalnya, ketika menghadapi gelombang disrupsi di sektor media dan manufaktur, tidak tinggal diam. Pemerintahnya membentuk dana transisi sektor: memberi pelatihan ulang, pendampingan psikososial, dan penempatan kerja baru. Sementara di Indonesia, pelatihan kerja kerap jadi proyek. Bukan proses.

Kita adalah bangsa yang gemar membuat narasi kebangkitan, tetapi sering abai pada suara runtuh. Dan dalam kebisuan seperti ini, satu-satunya yang bersuara hanyalah sabit di tangan malaikat kematian industri: mengetuk, mengayun, dan membuka pintu berikutnya.

Dan kini kita hanya bisa menunggu: pintu mana yang akan diketuk selanjutnya?

Bogor, 4 Juni 2025

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun