Mohon tunggu...
Dikdik Sadikin
Dikdik Sadikin Mohon Tunggu... Akuntan yang Penulis

Dikdik Sadikin. Kelahiran Jakarta, berdomisili di Bogor, memiliki karir di birokrasi selama sekitar 38 tahun. Menulis menjadi salah satu hobby mengisi waktu luang, selain menggambar karikatur. Sejak SMP (1977), Dikdik sudah menulis dan dimuat pertama di majalah Kawanku. Beberapa cerpen fiksi dan tulisan opininya pernah dimuat di beberapa antologi cerpen, juga di media massa, antara lain tabloid Kontan dan Kompas. Dikdik Sadikin juga pernah menjadi pemimpin redaksi dan pemimpin umum pada majalah Warta Pengawasan pada periode 1999 s.d. 2002. Sebagai penulis, Dikdik juga tergabung sebagai anggota Satupena DKI. Latar belakang pendidikan suami dari Leika Mutiara Jamilah ini adalah Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (lulus 1994) dan Magister Administrasi Publik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (lulus 2006).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Langkah di Persimpangan Shibuya

16 Maret 2025   15:17 Diperbarui: 18 Maret 2025   22:07 561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Emi dan Aku. (Ilustrasi: Image Creator Microsoft Bing)

Langkah di Persimpangan Shibuya

Oleh Dikdik Sadikin

AKU tiba di Tokyo seminggu yang lalu. Tujuh setengah jam penerbangan dari Jakarta, transit di Narita, lalu perjalanan satu jam dengan kereta ke pusat kota. 

Hotelku di Shinjuku dengan kamar kecil, ranjang sempit, jendela menghadap tembok gedung. Aku tahu Tokyo mahal, tapi tetap saja aku terkejut melihat harga sarapan di kafe hotel: kopi dan croissant seharga 1.200 yen.

Sore itu, aku duduk di depan sebuah cafe di ujung persimpangan Shibuya. Persimpangan itu, kau tahu, yang sering muncul di film atau video klip. Tempat dimana ratusan orang menyeberang dari segala arah dengan harmoni yang aneh. 

Aku menyesap kopi dingin, memperhatikan kerumunan manusia yang berjalan seolah mereka sedang mengikuti koreografi rahasia.

"Tempat duduk ini kosong?"

Aku menoleh. Seorang perempuan berdiri di samping meja, membawa cangkir kertas berlogo hijau. Rambut belakangnya digulung, lalu ada dua juntaian indah dari dua sisi wajahnya. Dia mengenakan blazer hitam dan kaos krem. Mata cokelatnya menatapku dengan ragu.

"Kalau aku bilang sudah ada yang duduk, kau bakal pergi?" tanyaku.

Dia menyipitkan mata, lalu tersenyum tipis. "Kalau kau bilang begitu, aku akan duduk di meja sebelah dan menyumpahimu dalam bahasa Jepang."

Aku tertawa kecil. "Kalau begitu, silakan duduk."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun