[caption caption="Peletakan batu pertama proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung "][/caption]
Presiden Jokowi tanggal 21 Januari 2016 lalu, baru saja meletakan batu pertama pembangunan kereta cepat buatan China Jakarta - Bandung yang direncanakan akan beroperasi mulai 2019. Kalau sudah jadi tarifnya sendiri diperkirakan sekitar Rp. 200 ribu untuk sekali jalan. Kereta yang dirancang dengan kecepatan 250 km itu nantinya akan menempuh jarak Jakarta - Bandung hanya dalam waktu 35 menit.
Tetapi banyak orang yang menilai proyek ini belum terlalu urgen bila dibandingkan dengan proyek-proyek lain seperti pembangunan rel ganda di selatan Jawa, rel kereta trans Sulawesi, bandara perintis dan lain sebagainya.
Mari kita bandingkan biaya pembangunannya dengan beberapa proyek vital perhubungan yang lain dalam nilai Triliun Rupiah. Berikut proyek vital perhubungan di Indonesia :
- Kereta Cepat Jakarta-Bandung sepanjang 142 km = Rp 77 T atau USD 5,5 miliar
- Rel Ganda Jakarta-Surabaya sepanjang 727 km = Rp 9,8 T selesai 2014
- Rel Ganda Jawa Selatan sepanjang 471 km = Rp.15,6 T.
- Pengembangan & Revitalisasi 9 Pelabuhan Laut di Indonesia Timur = Rp 3,17 T.
- Pengembangan 45 Bandara Daerah Terpencil + 18 Perintis & Peralatan = Rp. 17,5 T (pembangunan bandara = Rp13 T + peralatan teknis, navigasi = Rp 4,5 T)
- Revitalisasi 25 Bandara di bawah PT. Angkasa Pura = Rp10,3 T
- Terminal III Baru Bandara Soekarno- Hatta = Rp 13,3 T (daya tampung 25 juta penumpang per tahun)
- Pembaruan (Upgrading) 247 Bandara di bawah Pelaksana Teknis Kementerian Perhubungan = Rp 10,5 T
- Proyek Kereta Api Trans Sulawesi sepanjang 145 km = Rp 10,8 T
JIka kita bandingkan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi proyek kereta cepat dengan proyek-proyek lain tersebut di atas, proyek kereta cepat ini sangat mahal dan lebih tinggi prestisenya bagi pemerintah dari pada manfaatnya bagi rakyat (Harga tiketnya (tanpa subsidi) akan sekitar Rp 235.000 – Rp.250.000,- per penumpang).
Walaupun dikatakan proyek kereta cepat ini tidak dibiayai APBN, pemerintah menggunakan dana APBN untuk Penempatan Modal Negara (PMN) bagi BUMN-BUMN yang ikut dalam konsorsium kereta cepat, terutama PT. Wika (Wijaya Karya).
Kita hanya akan bangga negara yang memiliki kereta cepat (Negara Asia ketiga setelah Jepang dan China ) tetapi beresiko dalam finansial dan juga lingkungan karena beberapa daerah antara Purwakarta hingga Bandung banyak daerah yang tanahnya labil yang bisa menyebabkan kecelakaan.
Mudah-mudahan risiko finansial (kerugian akibat biaya terlalu besar dari pemasukan) dan resiko teknis (kecelakaan akibat kesalahan aplikasi teknologi) sudah diperhitungkan dan disiapkan mitigasi (cara mengatasi akibatnya) sehingga tidak merugikan pemumpang yang notabenenya adalah rakyat biasa.
Menurut salah satu rekan saya sesama blogger Cirebon yakni Frans Pekasa dalam akun Facebooknya mengatakan bahwa proyek kereta cepat tidak ada urgensinya. Nilai proyek yang sampe 77 Trilyun sangat terlalu mahal. Kemungkinan besar, BUMN kita akan dikadalin dalam nilai proyek yg di markup abis2an. Kemungkinan besar bakal gagal bayar.
Karena jaminannya proyek tersebut, maka Skema lanjutannya, proyek diambil alih oleh bank. Konsorsium lokal menanggung kerugian terbesar. Konsorsium asing ketawa-tawa, karena sudah tidak ada uang dia di situ. Bahkan sudah untung saat proyek selesai.
Sumber Data :