Mohon tunggu...
Didno
Didno Mohon Tunggu... Guru - Guru Blogger Youtuber

Guru yang suka ngeblog, jejaring sosial, nonton bola, jalan-jalan, hobi dengan gadget dan teknologi. Info lengkap didno76@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

The Power of Love and Hug

14 Agustus 2019   22:01 Diperbarui: 15 Agustus 2019   00:16 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelukan seorang ibu kepada anak-anaknya (Dok. Pribadi)

Anakku muntah terus selama 3 tahun

Kami sudah membawanya ke dokter. Selama 3 tahun ini, tidak tahu sudah berapa banyak rumah sakit yang kami kunjungi. Dokter pun tidak bisa menemukan penyebabnya.

Dokter pun curiga apakah anak saya menderita penyakit mental. Untuk itu, kami mencari seorang ahli psikolog anak. Tapi, setelah diperiksa oleh dokter, anak saya tidak ada kelainan jiwa.

Saya berpikir, apakah di kehidupan masa lalu saya berbuat dosa dan sekarang Allah menghukum anak saya ?

Kemudian, seorang teman menyarankan agar kami pergi ke sebuah Rumah Sakit d kota. Kami belum putus asa dan tetap mencoba. Sampai di sana, dokter kami dipilihkan oleh receptionis, terserah mau dokter apa. Saya ingat dokter yang kami dapat adalah dokter pria, udah bapak-bapak...

"Halo...saya dokter Budi. Ada yang bisa saya bantu ?", ujarnya sambil mempersilahkan kami duduk dan  memperkenalkan diri. Entah kenapa saya merasa pertemuan dokter yang kali ini agak berbeda, seperti ada harapan...

Setelah duduk, saya pun menceritakan kondisi anak aya, kira-kira 10 menitan. Dokter sama sekali tidak memotong pembicaraan saya. Ia hanya diam terus mendengarkan saya berbicara. Saya tahu pembicaraann saya mungkin berulang-ulang, tapi dokter tampak sangat tertarik dengan yang saya bicarakan.

Setelah saya selesai menerangkan, dokter pun berkata bahwa ia udah paham. Kemudian, ia bertanya kepada putri saya, "Dek, dokter mau tanya beberapa hal sama kamu. Ibu boleh keluar nggak?"

Anak saya pun menatap saya dan menggeleng-gelengkan kepala, "Ibu disini saja."

Dokter pun meminta saya untuk tidak berbicara selama proses pertanyaann, hanya boleh mendengar saja, tidak boleh memotong, juga tidak boleh berbicara dengan putri saya...

"Yang tadi mama katakan itu benar?",  tanya dokter ke putri saya.

Putri saya mengangguk-anggukkan kepala,

"Iya..., udah 3 tahun...."

"Adek tahu kenapa adek muntah-muntah terus..?"

"Nggak tau..., saya juga nggak mau muntah terus.

Tapi dokter bilang tidak tahu...

Mungkn psikologis, tapi ku tidak sedih atau apa kok..!!"

Dokter pun lanjut bertanya tentang kehidupan anak saya di sekolah, kebiasaannya, kepribadiannya, hobinya dan juga bagaimana hubungannya dengan mama, papa,  kakek, nenek  dan  teman-temannya, seperti sedang ngobrol, bukan seperti melihat dokter..!

Tiba-tiba dokter bilang, "Waktu kecil bapak juga sering muntah-muntah kayak kamu loh..!, cuman nggak sehebat kamu muntahnya..!"

"Masa..! Kok bisa..?", tanya putri saya penasaran.

"Dulu bapak tinggal di desa. Nah, di desa itu semuanya sawah. Bapak tiap hari harus kasih pupuk, nah pupuknya itu dari kotoran, seperti kotoran sapi, kerbau.... Jadi bapak setiap lihat itu, bapak langsung muntah..! Kalau kamu lihat muntah nggak?", tanya dokter.

Putri saya memang muka jijik, "Hiii.....", katanya.

"Aku klu liat mm gendong adek, mu munth..!!", ru utr aya tb-tiba...

Saya sontak langsung kaget !! Hah..? Kenapa..?

Saya ingin memotong pembicaraan, tapi dokter mengisyaratkan saya untuk jangan mengatakan apa-apa, diam dulu dengarkan putri saya berbicara.

Dokter tampak sangat tenang dan bertanya, "Memang begitu..?"

"Papa mama cuma sayang adek.."

"Gendong adek nggak gendong aku...." lalu tiba-tiba menangis.

Saya kaget sekali...!!

Tidak pernah ia menangis seperti itu, sudah lama sekali. Mungkin dari TK, sejak adiknya lahir, ia tidak pernah menangis.

Dokter pun memberinya tisu dan membelai rambutnya sambil berkata,

"Sini dokter gendong..., mu nggak?"

Putri saya mengangguk-anggukkan kepala dan berjalan ke pangkuan dokter sambil menangis.

Dia menangis dan menangis duduk di pangkuan dokter.

Dokter menggendongnya duduk di meja, seperti seorang ayah yang sedang menghibur putrinya...

Sambil nangis, putri saya bilang, setiap kali pulang, papa cuma gendong adek, nggak gendong dia...

Dia dibully di sekolah tapi nggak berani ngomong ke mama, tiap kali sembunyi di toilet dan menangis, mama juga sering marah sama dia, lebih banyak dari marahin adek....

Semua yang disimpan dalam hatinya selama 3 tahun ini semuanya dikeluarkan saat itu juga.

Dokter lebih banyak mendengar dan tidak banyak berbicara, membiarkan anak saya menangis sepuasnya...

Setelah tangisannya agak reda, dokter baru bertanya, "Kamu pengen digendong sama papa mama ?"

Sambil menangis, putri saya mengangguk-anggukkan kepala dan berkata, ".........Mau...."

Hati saya sakit sekali...

Sulit dipercaya bahwa alasannya muntah-muntah  terus selama ini ternyata hanya karena saya tidak memeluknya..!

Setelah melahirkan anak laki-laki, padahal saya selalu mengingatkan diri saya untuk tidak pilih kasih, tidak boleh mengabaikan putri saya.

Saya sama sekali tidak terpikirkan putri saya begitu sensitif, merasa papa dan mamanya tidak sayang padanya.

Setelah tangisannya reda, dokter menulis resep obat. Dokter bilang obat ini untuk membantu pencernaan dan menjaga keseimbangan elektrolit dalam tubuh, supaya tubuhnya tetap sehat walaupun muntah...

"Lalu apa aku masih akan munth ?", tanya putri saya...

"Dokter punya satu cara supaya kamu tidak muntah lagi.. Kamu mau dengar nggak?", tanya dokter.

"Kalau ada rasa mau muntah, cepet-cepat peluk mama. Kalau dipeluk, kamu nggak akan muntah lagi.."

Dokter juga berpesan kepada saya,

"Nanti pulang bilang sama Bapak, harus pastikan memeluknya. Dia butuh pelukan Anda."

Dokter menyuruh kami untuk kembali lagi Sabtu depan dan sebaiknya papa dan adek dibawa juga.

Ternyata benar, sepulangnya dari rumah sakit hari itu, selama 1 mnggu, tidak muntah lagi.., malah kelihatan lebih ceria dari biasanya.

Sabtu siang, kami sekeluarga kembali menjumpai dokter di rumah sakit. Ketika berjumpa dengan dokter, putri saya langsung berlari ke pangkuan dokter. Dokter pun memangku putri kami & mulai berbincang dengan kami.

Kali ini, putri kami bisa sembuh karena telah membuka hatinya.

Ternyata selama ini, ia diam menyalahkan ayah tidak sayang padanya, lebih sayang kepada adiknya. Ia pun jadi benci juga sama adiknya karena cemburu, merasa diperlakukan tidak adil.

Dokter pun memberi saran untuk mengubah kebiasaan di rumah, yaitu:

1. Kalau papa pulang, pertama peluk kakak dulu, baru peluk adek

2. Kalau adek dibelikan apa-apa,  pastikan kakak juga dibelikan

3. Jangan sembarangan menegur anak.., tapi ajak mereka berbicara

4. Orang tua harus lebih memperhatikan psikologis anak.

Menurut dokter, kondisi putri saya dinamakan "Stress vomitting",

yaitu sebuah penyakit mental yang relatif langka, dialami ketika pasien mengalami depresi, gugup, gelisah atau tekanan mental dan kunci untuk pengobatannya adalah membukakan hati dan pikirannya.

Selain dari itu, putri saya sehat-sehat saja, tidak perlu minum obat.

Secara medis, stres dan kecemasan memang bisa memicu mual hingga muntah dan kondisi ini disebut "sindrom muntah siklik"..

suatu kondisi dimana orang mengalami mual dan muntah selama jangka waktu tertentu, mulai pada saat yang sama setiap hari.

Cara untuk mengobatinya yaitu dengan memahami sumber dari stress tersebut dan menghilangkannya.

Selai itu, banyak makan makanan bernutrisi supaya tubuh tidak kehilangan nutrisi akibat mual atau muntah

Jadi, sebagai orang tua, pastikan bahwa anak merasa sama dicintainya seperti saudara-saudaranya, tidak ada perbedaan atau pilih kasih.

Jangan remehkan, karena anak-anak sebenarnya sangat bisa merasakannya..

This is the POWER of LOVE and Hug (Inilah kekuatan Cinta dan Pelukan)

Cerita ini berdasarkan pengalaman seseorang yang bisa dijadikan renungan dan dipraktikkan oleh orang tua kepada anak-anaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun