Mohon tunggu...
Didi Suprijadi ( Ayah Didi)
Didi Suprijadi ( Ayah Didi) Mohon Tunggu... Pendidik, pembimbing dan pengajar

Penggiat sosial kemasyarakatan,, pendidik selama 40 tahun . Hoby tentang lingkungan hidup sekaligus penggiat program kampung iklim. Pengurus serikat pekerja guru.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Cerita Hari Ini, Ular Sanca Penunggu Pohon Randu.(Bagian 8)

9 Oktober 2025   05:26 Diperbarui: 9 Oktober 2025   05:26 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ular sanca berkepala mahkota penunggu pohon randu sumber dokpri 

Cerita Hari Ini, Ular Sanca Penunggu Pohon Randu. (Bagian 8)

Rahasia dalam Buku Tua

Beberapa hari setelah kejadian malam ritual itu, kampung RW 03 tampak lebih tenang. Tidak ada lagi suara desis ular, tidak ada lagi bayangan melata di kebun. Namun ketenangan itu justru membuat sebagian warga merasa gelisah.

Di rumah panggungnya, Bang Mus kedatangan seorang tamu tak terduga: Mbah Darto, tetua kampung yang sudah lama mengasingkan diri di dusun seberang. Ia membawa sebuah buku tua berkulit cokelat gelap, ikatannya rapuh, dan sebagian halamannya sudah menguning dimakan usia.

Konon dalam masyarakat di RW 03, sering kali cerita tentang kehebatan Mbah Darto saat masih muda . Mbah Darto sebelum meninggalkan kampung dan pindah ke kampung seberang merupakan seorang tokoh politik. Kampung  Mbah Darto tidak jauh dari kampung RW 03 dimana Bang Mus tinggal. Kampung baru yang ditinggali Mbah Darto hanya dipisahkan oleh  jalan raya , kampung itu disebut Kampung Lio . Disebut kampung Lio karena disitu banyak warga nya yang berprofesi sebagai tukang bakar arang yang terbuat dari kayu bekas.

Kepindahan Mbah Darto ke kampung Lio akibat ketidak cocokan paham politik saat itu.  Mbah Darto muda merupakan salah satu tokoh partai politik yang berkuasa. Kebetulan partai politik yang dianut oleh Mbah Darto sekarang sudah tidak diperkenankan hidup alias dibubarkan oleh pemerintah.

Jadi persoalan politik itu sering menjadi konflik sosial di akar rumput, sama seperti sekarang dimana masyarakat terbelah antara cebong dan kampret hanya gara gara berbeda pilihan politik.

"Ini... peninggalan leluhur," kata Mbah Darto dengan suara bergetar, melanjutkan.
"Isinya tentang perjanjian yang sebenarnya." bisiknya.

Bang Mus membuka buku itu perlahan. Bau apek bercampur aroma kemenyan menyengat keluar dari lembarannya. Tulisan kuno dengan aksara Jawa bercampur Arab Pegon memenuhi halaman pertama.

Mbah Darto mulai menjelaskan:
"Perjanjian itu bukan sekadar janji untuk menjaga hutan. Leluhur kita... sebenarnya menyerahkan hak hidup generasi setelahnya kepada para penjaga gaib. Itulah mengapa sampai hari ini ular sanca jadi jadian penunggu pohon randu masih menuntut."

Bang Mus terbelalak.
"Jadi... darah Kyai Hasan belum cukup?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun