Mohon tunggu...
Didin Emfahrudin
Didin Emfahrudin Mohon Tunggu... Novelis - Writer, Trainer, Entrepreneur

Penenun aksara yang senantiasa ingin berguna bagi semua makhluk Allah SWT, layaknya Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gadis Pesisiran : Cerpen Nomine Anugerah Sastra Litera 2021

8 Januari 2022   01:37 Diperbarui: 8 Januari 2022   01:40 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Nilna dengan nada gagap membuat alasan konyol dan memberondong pertanyaan.

***

Setelah menempuh puluhan kilo meter berkendara roda dua. Melewati jalanan yang dihimpit hutan jati yang sunyi  dan lengang. Nilna akhirnya sampai di desa sang dukun yang ia tujuh. Sesui nama dan alamat yang di beritahukan Yuk Erna, desa tempat tinggal dukun itu bernama desa Nyawiji. Dan nama dukun itu adalah Mbah Manunggal. Nilna mengetuk pintu rumah sang dukun yang lebih layak di sebut gubuk itu. Gubuk yang berada di tengah-tengah hamparan persawahan padi nan luas. Namun suara salam dan ketukan jemari Nilna, tak kunjung jua ada balasan. Pintu gubuk reyot itu masih saja tertutup rapat dan tak ada sahutan suara dari dalam. Sampai berkali Nilna memanggil, tak ada aura ada kehidupan yang menyambutnya. Mbah Manunggal yang katanya menjadi penghuni di gubuk di tempat sunyi itu tak kunjung keluar. Nilna mulai putus asa. Mungkin si kakek misterius itu sedang tak ada di rumah, pikirnya.

"Siapa ini!" Terdengar suara serak bergema yang berasal dari arah belakangnya secara tiba-tiba. Tubuh Nilna yang langsing berbalut kaos putih dan jeans biru ketat itu bergetar hebat. Ia amat kaget ketakutan. Kakinya kaku dan lemas. Untunglah ia tak sampai pingsan. Mbah Manunggal mendadak muncul begitu saja, tanpa terdengar langkah kakinya sama sekali sebelum akhirnya kakek tua itu berdiri di belakang ia. Nilna membalikkan badan memandang takut ke arah wajah si kakek tua itu. Memastikan apakah wajah yang di lihatnya itu adalah benar-benar manusia.

"Hehehe. Nduk. Kok bengong. Sampean cari siapa. Ayo, ayo...silahkan masuk kedalam Nduk. Tapi maklum yah, rumahnya Mbah jelek dan berantakan," ujar Kakek sepuh itu mengajak Nilna memasuki gubuk reyotnya.

"Oh yah, nama sampean siapa? sampai lupa Mbah belum tanya namamu Nduk...Nduk!" kata Mbah Manunggal sembari tangan keriputnya menenteng dua gelas teh panas yang asapnya masih mengepul. Nilna yang duduk di dipan bambu di ruang tamu itu di buatnya penasaran. Hanya semenit baru masuk ke bilik pemisah antara ruang tamu dan ruangan dalam gubuk itu, tiba-tiba Mbayut Manunggal sudah keluar dengan membawa dua gelas teh, masih panas pula. Tapi Nilna berfikir positif, mungkin kakek dukun ini menyimpan air panas sebelum ia kondangan tadi. Atau benar-benar ia memang sakti.     

"Saya Nilna Mbah..., disini sampean tinggal sendiri kan Mbah? "

"Yah Nduk, aku tinggal sendiri, oh sampeyan toh yang bernama Nilna itu. Jadi bagaimana, Mbah bisa membantu apa ini Nduk..."

"Loh sampeyan udah pernah tahu aku tho, Mbah? Tanya Nadia penasaran.

"Hahahahaha,....." kelakar Mbah Manunggal.

Tak ingin banyak basa-basi. Nilna pun akhirnya mengutarakan semua kegelisahannya. Terutama pekerjaan freelance-nya selain menjadi penjajah kopi itu. Nilna puas menyampaikan keinginannya. Ingin berjaya kembali seperti dahulu di kota provinsi. Tak ingin selamanya menjadi babu di warung kopi colek milik Yuk Erna itu. Tanpa banyak cuap, Mbah Manunggal lalu memberi secarik kertas pada Nilna. Yang entah apa tulisan yang tertera di lembar usang itu. Dan kapan ia telah menulisnya. Tapi kakek tua itu memang semisterius wajahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun