Mohon tunggu...
Didin Emfahrudin
Didin Emfahrudin Mohon Tunggu... Novelis - Writer, Trainer, Entrepreneur

Penenun aksara yang senantiasa ingin berguna bagi semua makhluk Allah SWT, layaknya Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pilih Mana? Kepala Pemerintah atau Kepala Dapur Rakyat!

4 Januari 2022   20:03 Diperbarui: 4 Januari 2022   20:23 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mari kita tinjau ulang sekali lagi. Hakikat keberadaan lembaga negara dan lembaga pemerintah kita. Sudah tepatkah selama ini Indonesia dalam menyusun kelembagaan negara. Secara fungsi dan subtansinya. Apakah pemisahan kekuasaan penyelenggara pemerintahan negara kita sudah benar. 

Banyak yang perlu kita rekontruksi, agar di masa depan tidak terjadi lagi tumpang tindih dan penyelewengan kewenangan lembaga negara. Pemilahan lembaga negara di republik ini telah memasuki masa urgen untuk dilalukan. Agar kita dapat membedakan status dan tupoksi lembaga negara tersebut.

Rakyat harus tahu, lembaga negara apa yang seharusnya dikelompokkan sebagai lembaga negara dan lembaga negara mana yang seharusnya dalam kontrol pemerintah. Karena lembaga negara, seharusnya diletakkan di bawah kontrol kepala negara. Sedangkan lembaga-lembaga pemerintah diletakkan di bawah kontrol kepala pemerintah.

Jika memang masih layak menggunakan istilah Presiden sebagai kepala negara. Maka presiden sebagai kepala negara merupakan simbol kedaulatan rakyat dalam memimpin negara. 

Presiden bertugas sebagai koordinator kebijakan-kebijakan negara. Menyusun sistem kontrol untuk kepala pemerintah. Karena kepala pemerintah hanya eksekutor yang menjalankan kebijakan kepala negara, mandataris rakyat. Presiden pun tetap bisa dipilih secara langsung. 

Namun tanpa melibatkan kekuatan partai politik. Karena presiden sebagai kepala negara seharusnya  dapat direkomendasikan dan dipilih langsung dari kebijaksanaan rakyat. Rakyat yang berdaulat penuh memilih abdinya tanpa harus menunggu abdi yang di pilihkan oleh oligarki partai politik.

Kenapa harus seperti itu? karena kepala negara adalah abdi rakyat yang tidak boleh tersandra oleh kontrak-kontrak hasil koalisi partai politik dan penyandang dana abu-abu pemenangannya dalam mendapatkan rekom partai hingga pilpres. Sehingga saat menjadi kepala negara, presiden dapat total menjadi negarawan. Kepala negara yang menjadi simbol pemersatu negara. 

Dapat memposisikan dirinya sebagai kepala negara yang mengayomi semua golongan. Berdiri sebagai abdi seluruh rakyat, tidak berdiri di bawah kepentingan koalisi partai politik dan kongkalikong penyandang dana.

Untuk mencapai hal tersebut, rakyat harus tersadarkan untuk mulai memikirkan posisinya sebagai 'pemerintah' di negaranya sendiri. Rakyat bukanlah jongos yang bisa diperintah oleh abdi yang mengaku sebagai pemerintah tersebut. Kita harus menata ulang syarat kandidat seorang presiden kepala negara, manivestasi seluruh rakyat Indonesia. 

Kepala negara adalah simbol martabat rakyat pemilik negara ini. Kepala negara hanya dapat diatur oleh suara penuh referendum rakyat. Presiden republik Indonesia di masa depan harus memiliki kriteria seorang negarawan sejati. 

Untuk dapat menjadi calon presiden haruslah mendapatkan surat mandat dari segenap rakyat. Calon presiden sebelum dinyatakan layak menjadi kepala negara juga harus mendapatkan surat rekomendasi terlebih dahulu dari perwakilan semua pemuka agama, suku, ras dan golongan yang ada di Indonesia.

Selain revitalisasi masalah syarat dan kriteria presiden, rakyat juga seharunya meninjau ulang efektifitas masa periode presiden Indonesia. Pemilihan presiden yang selama ini di lakukan dalam masa lima tahun sekali terkesan hanya menjadi formalitas belaka. Dalam UUD 1945, presiden Indonesia saat ini dibatasi hanya lima tahun dalam satu periodenya dalam memimpin negara. 

Namun presiden yang sedang menjabat tersebut dapat dipilih kembali di 'pilpres' selanjutnya untuk satu kali periode. Faktanya, presiden yang menjabat di periode sebelumnya, pasti terpilih kembali, sehingga ia menjadi presiden sekali lagi di periode setelahnya.

Menurut hemat kami, alangkah baiknya jika aturan tersebut kita revisi. Sebaiknya masa kepemimpinan kepala negara dapat dibulatkan menjadi sepuluh tahun dalam satu periode. Namun presiden hanya boleh menjabat dalam satu periode, tidak bisa mencalonkan diri kembali di pilpres selanjutnya. 

Dalam catatan, dalam masa sepuluh tahun masa abdi presiden tersebut, rakyat memiliki hak penuh untuk mengevaluasi dan memperbarui arah kebijakan negara.

Kepala negara akan lebih efektif jika masa kepemimpinannya bisa dibulatkan menjadi sepuluh tahun dan hanya boleh menjabat dalam satu kali periode. Kas negara yang dipakai buat PILPRES lima tahunan juga dapat lebih di hemat. Daripada harus digunakan untuk momentum formalitas lima tahunan tersebut. Momentum yang sangat menghamburkan anggaran negara. Cenderung menaikkan tensi kegaduhan politik yang mengganggu stabilitas pembangunan nasional. Dan hanya fokus pada pencitraan sosok calon presiden selanjutnya.  Namun lagi-lagi tidak menghasilkan reformasi kepemimpinan dan langkah nyata untuk negara.

Rakyat berdaulat tidak memiliki 'tuan' pemerintah. Namun kenapa di Indonesia seorang abdi negara yang mengurusi urusan publik harus di sebuat 'pemerintah'. Apakah seharusnya di negara memiliki kepala pemerintahan sendiri yang bertanggungjawab langsung kepada presiden kepala negara mandataris rakyat. Kepala pemerintahan dalam hal ini boleh di rekomendasikan oleh presiden, partai politik, organisasi kemasyarakan ataupun putra terbaik daerah ( baca : provinsi )  dengan pemilihannya di musyawarahkan secara mufakat oleh majelis tinggi rakyat.

             

Kenapa demikian, karena kepala pemerintahan adalah kepala urusan dapurnya rakyat. Ia hanya berhak menggunakan segala fasilitas negara. Namun tidak memiliki kewenangan untuk menjualnya seperti dalam kasus penjualan aset negara yang pernah terjadi. 

Seharusnya seluruh aset negara seperti tanah, gedung , air, sumber energi, badan usaha negara dan cabang-cabang produksi negara yang dapat dipergunakan untuk kemakmuran rakyat dikelola langsung oleh lembaga aset negara yang bertanggung jawab kepada presiden sebagai mandataris kedaulatan rakyat.

Bukan oleh kepala pemerintahan. Badan usaha milik negara seperti saat ini yang mengalami berbagai kasus rawan terkorupsi akibat diserahkan kepada pemerintahan dengan kepentingan sesaatnya, seharusnya diserahkankan pertanggung jawabannnya kepada lembaga aset nagara.

Begitupula tentang kewajiban BUMN-BUMN tersebut seharunya menyetor keuangannya kepada kas negara bukan kas pemerintah. Kepala pemerintahan juga seharusnya tidak berwenang untuk mengangkat komisaris di BUMN tersebut. 

Begitupun regulasi mengenai pemanfaatan aset negara yang dapat di peruntukan untuk kesejahteraan hidup orang banyak seperti minyak bumi dan kekayaan mineral, seharusnya di masa depan perlu sekiranya di tata ulang. Jangan sampai negara tidak memikirkan keberlangsungan kehidupan generasi penerusnya dengan membuka peluang pihak swasta untuk mengekploitasi kekayaan alam negara tanpa ada pembatasan periode karena kekhilafan pemerintahan di masa kini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun