“Karena kamu, anaknya, sudah tak peduli lagi! Ingat itu To!”
Mendapat jawaban seperti itu, Darto mendesah. Ia tak berkomentar lagi. HP-nya ditutup. Setengah hatinya tak percaya jika Ahmad merawat ayahnya. Memang, jika melihat tempat tinggal tidak terlalu jauh. Tapi dengan tendensi apa sampai-sampai ia mau merawat ayahnya?
Tiga hari menjelang lebaran Darto pulang kampung.
Dengan menyewa motor ia menyusuri jalan-jalan bersama pemudik lain meninggalkan Jakarta. Ribuan motor, juga mobil-mobil pribadi masing-masing membawa niat yang bermacam-macam. Ada yang kangen orang tua, kangen keluarga, kesepian di Jakarta ditinggal mudik yang lain, uji nyali, empati terhadap pemudik, ingin membuat catatan perjalanan, meyakinkan calon istri dan calon mertua, termasuk yang tanpa tahu apa tujuan mudik.
Darto sendiri dengan niat ingin membuktikan ayahnya sakit setelah tiga hari yang lalu mendapat SMS dari Ahmad. Berangkat pukul satu dini hari Minggu, pukul setengah enam menjelang maghrib baru sampai Tegal. Perjalanan ke Purbalingga entah kapan sampai. Jalanan begitu padat.
***
Tengah malam di masjid rest area Klonengan Prupuk Darto terbangun. Pukul 01.42. Tanda SMS membangunkannya. Ahmad... ngapain tengah malam SMS segala, gumamnya.
“To, lebaran ini kamu harus mudik.”
“Kenapa Mad? Ini baru sampai prupuk.Ayah bagaimana?”
“Tenang saja To. Ayahmu tenang....”
Usai menjalankan shalat shubuh Darto melajukan motor.