Inilah yang disebut negativity bias: otak manusia lebih cepat menangkap dan mengingat hal-hal negatif dibanding hal-hal positif. Jadi, tidak heran kalau kabar buruk lebih cepat viral. Masalahnya, viral belum tentu berarti benar.
Cerita tentang Sebuah Pesan Grup
Bayangkan sebuah grup keluarga di aplikasi chat. Seorang anggota mengirimkan pesan tentang obat mujarab yang bisa menyembuhkan penyakit tertentu. Katanya, sudah banyak orang sembuh. Ditambah lagi ada kalimat "Sebarkan supaya semua orang selamat."
Anda yang membaca jadi bimbang. Kalau benar, tentu sangat membantu. Tapi kalau salah? Bisa jadi ada orang yang berhenti berobat ke dokter cuma karena percaya pesan itu.
Dilema seperti ini sering muncul di keseharian. Kadang lebih mudah menekan tombol forward daripada menahan diri. Tapi setiap kali kita menahan diri, sebenarnya kita sedang menyelamatkan orang lain dari risiko salah langkah.
Filosofi Menyaring: Antara Hati dan Akal
Filsafat komunikasi menekankan pentingnya ethics of responsibility. Artinya, setiap kata yang keluar dari kita punya konsekuensi. Begitu sebuah pesan beredar, kita tidak bisa menariknya kembali.
Di sinilah akal dan hati perlu bekerja sama. Akal berfungsi untuk memeriksa logika, mencari sumber, membandingkan data. Hati berfungsi sebagai rem, mengingatkan kalau ada yang terasa janggal atau tidak sesuai nilai kebaikan.
Ada pepatah lama yang berbunyi: "Kalau ragu, tinggalkan." Prinsip ini relevan sekali untuk dunia digital. Kalau Anda ragu dengan sebuah informasi, lebih baik berhenti di tangan Anda. Jangan sampai menjadi jembatan bagi sesuatu yang bisa menyesatkan banyak orang.
Antara Kecepatan dan Kebijaksanaan
Internet membuat segalanya serba cepat. Informasi bisa beredar ke ribuan orang cuma dalam hitungan detik. Tapi kebijaksanaan tidak pernah lahir dari kecepatan. Ia lahir dari jeda. Dari kesediaan berhenti sejenak, memeriksa, dan merenungkan.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita terbiasa menilai orang dari ucapannya. Sama halnya di dunia digital, orang akan menilai Anda dari apa yang Anda bagikan. Kalau yang sering muncul dari akun Anda adalah hoaks atau berita setengah matang, perlahan orang akan ragu mempercayai Anda. Sebaliknya, kalau Anda dikenal berhati-hati dan bijak, suara Anda akan lebih didengar ketika benar-benar dibutuhkan.
Nilai Ikhlas dalam Menyebarkan Informasi
Ikhlas bukan berarti asal berbagi tanpa peduli dampak. Ikhlas berarti meniatkan apa pun yang kita sebarkan untuk kebaikan bersama. Kadang wujud ikhlas itu justru berupa diam. Tidak ikut menyebarkan, meski merasa punya kesempatan.
Kalau dipikir, diam yang menyelamatkan orang lain dari kesalahan bisa lebih berharga daripada bicara yang cuma menambah keributan. Sama seperti ketika di jalan ada orang panik karena macet, lalu satu orang memutuskan tidak membunyikan klakson. Diamnya orang itu justru membuat suasana lebih tenang.