Mohon tunggu...
Dicky Saputra
Dicky Saputra Mohon Tunggu... Let's talk about life.

-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Belajar Memaafkan dari Anak Kecil, Mengapa Hati Mereka Lebih Lapang daripada Kita?

25 Agustus 2025   09:44 Diperbarui: 25 Agustus 2025   15:08 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak kecil lebih mudah memaafkan (jcomp/freepik)

Ada satu pemandangan yang sering terjadi di rumah, mungkin juga pernah Anda lihat sendiri. Seorang anak dimarahi karena membuat ulah---menumpahkan air, berebut mainan, atau berteriak terlalu keras. Air mata pun jatuh, wajahnya cemberut. 

Tetapi cuma beberapa menit kemudian, anak itu kembali mendekat, memeluk orang tuanya, atau dengan polosnya tersenyum lagi seakan-akan tidak ada apa-apa yang baru saja terjadi.

Fenomena sederhana ini sebenarnya menyimpan pelajaran besar. Anak kecil jarang menyimpan dendam. Mereka bisa marah, kecewa, atau sedih, tapi semua itu cepat larut. 

Tidak butuh waktu lama sampai mereka kembali menempel dengan orang yang tadi membuatnya menangis. Kalau Anda bandingkan dengan orang dewasa, rasanya perbedaannya begitu mencolok. Kita sering membawa perasaan itu jauh lebih lama, bahkan sampai berhari-hari, berminggu-minggu, atau malah bertahun-tahun.

Kenapa hati anak kecil bisa lebih lapang? Apa yang membuat mereka lebih mudah memaafkan? Dan bagaimana seharusnya kita, yang sudah dewasa dengan segala beban hidup, belajar dari kesederhanaan hati mereka? Mari kita coba renungkan bersama.

Hati yang Belum Ternoda Beban Sosial

Anak kecil menjalani hidup tanpa terlalu banyak prasangka. Dunia bagi mereka adalah ruang untuk bermain, belajar, dan merasa aman. Mereka belum terbebani oleh pola pikir sosial yang sering kali rumit, penuh kepentingan, atau bahkan persaingan.

Kalau Anda perhatikan, anak kecil marah bukan karena gengsi. Mereka menangis bukan karena takut reputasi tercoreng. Mereka kecewa bukan karena dihantam ego. Semua emosi muncul apa adanya, lalu mereda apa adanya.

Berbeda dengan orang dewasa. Kadang kita tidak marah semata-mata karena perbuatan orang lain, tapi karena ada lapisan lain yang ikut bermain---harga diri, gengsi, perasaan tidak dihargai. Akhirnya, luka kecil terasa lebih besar. Bukan karena masalahnya berat, tapi karena ego yang ikut terbawa.

Dari sisi psikologi, anak-anak masih menggunakan emosi secara murni. Mereka belum memiliki "filter sosial" yang terlalu kompleks. Itulah sebabnya mereka bisa lebih cepat pulih dari konflik. Kalau kita mau jujur, banyak luka dalam hidup orang dewasa justru bertahan lama bukan karena masalahnya, tapi karena kita terlalu lama memeliharanya.

Ikhlas dalam Bentuk Paling Sederhana

Dalam bahasa agama, kita sering bicara soal ikhlas. Tapi praktiknya tidak selalu mudah. Ikhlas berarti melepaskan sesuatu tanpa menyisakan beban, menerima keadaan tanpa menuntut balasan, dan membiarkan hati tetap jernih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun