"Jangan nilai hidup seseorang dari puncaknya, tapi dari bagaimana ia tetap bersyukur ketika di lembah."
Mungkin orang yang kamu lihat bahagia saat ini sedang diuji dalam keikhlasannya. Dan mungkin kamu, yang sedang merasa tertinggal, sedang diajari oleh Allah tentang sabar, tentang ridha, tentang betapa berharganya setiap langkah yang kamu tempuh meski tampaknya biasa saja.
Pernahkah kamu membayangkan, kalau mungkin justru kamu yang lebih dicintai oleh Allah dalam kesunyian perjuanganmu? Kalau Allah sedang memeliharamu dari ujian yang tidak bisa kamu tanggung? Kadang, tidak terlihat bukan berarti tidak dihargai. Dan tidak disorot bukan berarti tidak bernilai.
Melatih Hati untuk Ikut Bahagia, Meski Masih Berjuang
Melihat orang lain bahagia tidak harus menyakitkan. Itu bisa menjadi latihan hati. Seperti olahraga, awalnya terasa sulit dan memaksa. Tapi lama-kelamaan, kamu akan merasakan kelapangan yang tidak bisa dibeli dari tempat manapun.
Mulailah dengan mendoakan. Setiap kali muncul rasa sempit, ucapkan dalam hati, "Ya Allah, berkahilah ia, dan karuniakan aku hati yang lapang."
Doa bukan cuma untuk orang lain, tapi juga untuk membebaskan dirimu dari belenggu perbandingan. Setiap kali kamu mendoakan, kamu sedang mencabut duri kecil dalam hatimu. Dan percayalah, hati yang bersih lebih ringan melangkah.
Rasulullah bersabda,
"Tidaklah dua orang saling mencintai karena Allah, kecuali yang lebih dicintai Allah adalah yang paling besar cintanya kepada saudaranya." (HR. Ibn Hibban)
Bayangkan, setiap kali kamu merayakan kebahagiaan orang lain, kamu sedang membangun cinta itu. Dan cinta karena Allah adalah cahaya yang menerangi perjalananmu sendiri.
Mengubah Rasa Jadi Ruang Tumbuh
Rasa tidak nyaman yang muncul ketika melihat orang lain senang tidak perlu disangkal. Tapi juga jangan dipelihara. Jadikan ia bahan bakar. Gunakan perasaan itu untuk bertanya pada diri sendiri: Apa yang sebenarnya sedang kamu rindukan? Pengakuan? Rasa aman? Rasa cukup?
Begitu kamu bisa memetakan perasaanmu, kamu akan lebih mudah membingkai ulang narasi hidupmu. Kalau kamu tidak sedang tertinggal. Kamu cuma sedang menempuh jalan yang berbeda. Dan jalan itu, selama diisi dengan niat yang lurus dan amal yang ikhlas, akan selalu berujung pada kebaikan.