Mohon tunggu...
Dicky Saputra
Dicky Saputra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Talks about worklife and business. Visit my other blog: scmguide.com

-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cara untuk Anda Bisa Mengubah Pemikiran Seseorang Itu Nggak Cukup dengan Membeberkan Fakta Saja

7 April 2021   16:00 Diperbarui: 7 April 2021   15:59 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengubah pemikiran ngga cukup dengan mengetahui kebenaran saja. (Sumber foto: Markus Winkler on Unsplash)

Ngga pernah gampang ya untuk mengubah pemikiran seseorang?

Biasanya nih, saat seseorang dihadapkan pada pilihan untuk mengubah atau tetap pada pemikirannya, dia bakal sibuk mencari berbagai pembenaran untuk tetap berada pada apa yang diyakininya. Ya kan?

Mungkin saya dan anda juga termasuk.

Kasarnya, bisa kita bilang, memberi tahu suatu fakta yang sulit pada orang bodoh itu lebih gampang daripada memberi tahu fakta sederhana pada orang pintar.

Kenapa?

Karena orang bodoh belum punya pemikiraan apa-apa tentang apa yang disampaikan. Sedangkan orang pintar? Dia tentu merasa sudah lebih tahu dari yang menyampaikan. Dia punya pandangannya sendiri terlepas dari apakah itu benar atau salah.

Bahasan kali ini akan sangat menarik.

Apa yang terjadi sebenarnya dalam situasi di atas?

Kenapa mengetahui sebuah fakta tetap ngga bisa mengubah pemikiran seseorang?

Kenapa orang tetap mengikuti pemikiran yang salah?

Ada apa sebenarnya?

Ayo kita lihat bagian menariknya.

Logika dari pemikiran yang salah

Untuk bisa bertahan dalam hidup, orang butuh sebuah cara pandang tentang dunia yang menjadi dasar dari segala tindakannya.

Nah, masalah akan muncul kalau cara anda memandang dunia itu berbeda dengan kenyataan dunia yang sebenarnya. Anda bakal kesulitan untuk melakukan aktifitas sehari-hari anda.

Menariknya, sebuah kebenaran dan akurasi cara pandang terhadap dunia bukanlah satu-satunya yang penting untuk kita sebagai manusia.

Saya, anda, dan orang lainnya juga punya keinginan yang dalam untuk merasa diterima dalam sebuah lingkungan sosial atau kelompok.

Anda ingin diterima. Anda ingin punya ikatan dengan orang lain. Dan anda pun ingin mendapatkan dukungan dan persetujuan dari orang lain.

Kecenderungan seperti itu memang penting untuk seseorang bisa bertahan dalam hidup.

Kalau anda berbeda dari kerumunan orang banyak, itu sama saja cari penyakit. Biasanya begitu.

Memahami kebenaran itu penting. Tapi, untuk tetap menjadi bagian dari sebuah lingkungan sosial, juga penting.

Nah, masalah akan timbul pada saat kedua kepentingan itu ngga sejalan. Saat keduanya sedang ngga sejalan, munculah konflik.

Menariknya lagi, dalam banyak kasus, penerimaan sosial bisa lebih berguna untuk anda dibandingkan dengan pemahaman anda akan sebuah fakta atau kebenaran.

Seseorang itu diterima atau dibuang berdasarkan pemikiran dan keyakinannya.

Jadi, bisa dibilang secara alami orang akan berpikir untuk menerima sebuah pemikiran dan keyakinan yang akan membuatnya diterima dibandingkan dengan apa yang akan membuatnya terbuang, terlepas dari apakah itu salah atau benar.

Kenyataannya, kita ngga selalu mempercayai sesuatu karena sesuatu itu benar. Kadang kita mempercayai sesuatu karena hal itu membuat kita terlihat bagus di mata orang yang kita pedulikan. Betul kan?

Kalau kita merasa akan lebih diterima di sebuah lingkungan sosial jika menerima pemikiran tertentu, otak kita tentu akan lebih mudah melakukan itu kan?

Yang penting, kita mendapatkan rewards. Terlepas datangnya dari mana. Entah itu dari keyakinan yang benar, dari lingkungan sosial tersebut, atau keduanya.

Pemikiran yang salah seringkali bisa berguna secara sosial biarpun itu ngga berguna secara faktual.

Secara faktual salah, tapi benar secara sosial. Kira-kira begitu.

Kalau kita diminta untuk memilih, saya yakin, seringnya kita akan lebih memilih teman atau keluarga dibandingkan dengan fakta.

Hal itu jadi menjelaskan kenapa kita menahan ucapan kita saat orang tua kita mengatakan sesuatu yang ofensif saat makan malam bersama sekaligus mengungkapkan bagaimana cara yang lebih baik untuk mengubah pemikiran seseorang.

Apa itu?

Ayo kita lanjutkan bahasan menarik ini.

Fakta ngga mengubah pemikiran kita, pertemananlah yang mengubahnya

Bisa dibilang, meyakinkan seseorang untuk mengubah pemikirannya itu sama saja seperti mengajak mereka keluar dari lingkungan di mana saat ini mereka berada.

Kalau mereka mengubah pemikirannya, mereka beresiko untuk kehilangan ikatan sosial yang mereka punya selama ini.

Anda ngga bisa mengharapkan seseorang untuk berubah kalau hal itu akan menarik mereka dari kelompoknya.

Anda harus memberi mereka tempat untuk dituju lebih dulu.

Ngga ada yang mau mengubah pemikirannya kalau itu hanya akan membuat mereka kesepian. Anda juga pasti sama kan?

Mengubah pemikiran seseorang sama seperti menariknya dari kelompoknya. (sumber foto: Magne on Unsplash)
Mengubah pemikiran seseorang sama seperti menariknya dari kelompoknya. (sumber foto: Magne on Unsplash)

Nah, karena itulah, cara untuk mengubah pemikiran seseorang adalah dengan menjadi teman mereka, dengan menjadikan mereka sebagai bagian dari kelompok anda, membawa mereka ke dalam lingkaran sosial anda.

Dengan begitu, mereka bisa mengubah pemikiran mereka tanpa merasa takut diabaikan secara sosial.

Spektrum pemikiran

Anda akan lebih mungkin mengubah pemikiran orang lain kalau anda punya 98% kesamaan pemikiran dengan mereka terhadap suatu topik.

Coba ingat-ingat. Pada saat orang yang anda kenal dan sukai mengajukan ide nyeleneh pada anda, kemungkinan besar anda akan mempertimbangkannya kan?

Kenapa begitu?

Itu karena banyaknya area dalam hidup anda yang anda sejalan dengan orang tersebut.

Malah mungkin anda sampai punya pikiran kalau mungkin anda juga harus mengubah pemikiran anda tentang hal tersebut.

Tapi coba kalau ide nyeleneh yang sama diajukan oleh orang yang ngga anda kenal atau ngga anda sukai, gampang banget menolaknya kan?

Perhatikan ini.

Kalau kita melihat pemikiran itu sebagai sebuah spektrum dengan skala 1 sampai 10, dan pemikiran anda saat ini ada di posisi 7, maka bisa dibilang ngga mungkin untuk anda mengubah pemikiran seseorang yang ada di posisi 1.

Bedanya terlalu jauh.

Kalau anda ada di posisi 7, lebih baik dekati mereka yang ada di posisi 6 atau 8. Anda lebih mudah untuk menarik mereka secara perlahan ke posisi anda.

Perdebatan paling panas itu biasanya terjadi antara dua orang yang berada di sudut ekstrim yang berlawanan.

Akan beda ceritanya kalau yang berdebat ada di posisi yang berdekatan.

Perdebatan tersebut cenderung akan lebih santai karena banyaknya hal yang sudah sama-sama sepakat dari awal.

Semakin dekat anda dengan seseorang, semakin besar juga kemungkinan anda terpapar oleh pemikiran mereka. Walaupun, anda dan mereka ngga saling berbagi pemikiran dengan disengaja.

Sebaliknya, semakin jauh sebuah pemikiran dari posisi spektrum anda, semakin mungkin juga untuk anda menolak pemikiran tersebut.

Kalau kita sudah berhubungan dengan pemikiran seseorang, akan sangat sulit untuk melompat secara langsung dari satu sisi ke sisi yang lain.

Mengubah pemikiran seseorang itu ngga bisa sekaligus. (sumber foto: Kid Circus on Unsplash)
Mengubah pemikiran seseorang itu ngga bisa sekaligus. (sumber foto: Kid Circus on Unsplash)

Anda ngga bisa membuat seseorang melompati spektrum tersebut. Anda harus membuat mereka meluncur melewatinya. Satu demi satu.

Pemikiran yang berbeda adalah sebuah ancaman

Sadar ngga, kalau pemikiran-pemikiran yang berbeda dari pemikiran anda saat ini terasa seperti sebuah ancaman?

Terus bagaimana kalau anda harus menyampaikan sebuah pemikiran yang berbeda dari orang lain?

Cara terbaik menyampaikan pemikiran yang "mengancam" adalah lewat media yang ngga mengancam.

Makanya, buku seringkali jadi alat untuk mengubah pemikiran seseorang dibandingkan lewat percakapan atau debat secara langsung.

Dalam sebuah percakapan, orang cenderung akan memperhatikan status dan penampilan mereka. Mereka harus menyelamatkan muka mereka dan ngga akan mau terlihat bodoh di depan orang lain.

Saat mereka dihadapkan pada fakta yang ngga menyenangkan untuk mereka, biasanya mereka malah akan semakin ngotot mempertahankan posisi mereka daripada mengakui kesalahan mereka di depan umum.

Nah, buku mengatasi ketegangan ini.

Lewat buku, percakapan dan perdebatan itu akan berada di kepala masing-masing orang tanpa harus takut dinilai oleh orang lain.

Akan lebih mudah untuk berpikiran terbuka saat anda sedang ngga merasa "terancam" kan?

Perdebatan itu seperti sebuah serangan langsung yang menyasar identitas seseorang.

Sedangkan membaca buku? Itu ibarat menyisipkan benih-benih pemikiran ke dalam kepala seseorang untuk membiarkannya tumbuh secara alami.

Sudah cukup banyak pertentangan di dalam kepala seseorang saat mereka dihadapkan pada sebuah pemikiran baru. Mereka ngga perlu menambah lagi perdebatan dengan anda.

Kenapa pemikiran yang buruk bisa bertahan

Ada alasan kenapa pemikiran yang buruk bisa terus bertahan.

Dan itu karena orang-orang terus membicarakannya.

Kematian sebuah pemikiran adalah pada saat dihadapkan pada keheningan.

Sebuah pemikiran yang ngga pernah dibicarakan atau dituliskan akan mati bersama orang-orang yang menyimpannya.

Sebuah pemikiran hanya akan diingat kalau sering kali diulang-ulang.

Sebuah pemikiran hanya akan dipercaya ketika pemikiran tersebut terus menerus disampaikan secara berulang-ulang.

Dan orang yang menyampaikan sebuah pemikiran secara terus menerus sebetulnya sedang menunjukkan di kelompok mana dirinya berada.

Pemikiran buruk bisa bertahan kalau terus disebutkan berulang-ulang. (sumber foto: sebastiaan stam on Unsplash)
Pemikiran buruk bisa bertahan kalau terus disebutkan berulang-ulang. (sumber foto: sebastiaan stam on Unsplash)

Terkait dengan pemikiran yang salah ini, ada poin penting yang sering kali terlewatkan.

Apa itu?

Orang seringkali mengulang-ulang satu pemikiran ketika mereka ingin memprotes pemikiran tersebut.

Nah, masalahnya, sebelum anda bisa menyampaikan kritik anda pada orang lain, anda harus menyampaikan lebih dulu pemikiran tersebut kan?

Anda berulang kali menyampaikan pemikiran yang salah tersebut pada orang lain berharap mereka melupakannya.

Tapi apa yang terjadi?

Orang malah ngga lupa karena anda terus membicarakannya.

Dan semakin anda mengulangi menyampaikan pemikiran yang salah tersebut, malah semakin orang akan mempercayainya, biarpun itu adalah pemikiran yang salah.

Setiap kali anda menyerang sebuah pemikiran yang buruk, sebenarnya anda saat itu sedang memberi makan sebuah monster yang ingin anda hancurkan.

Kalau anda mau menghancurkan sebuah pemikiran, yang harus dilakukan sebenarnya adalah dengan mendiamkannya. Bukan menyebarluaskannya secara berulang-ulang.

Akan lebih baik kalau anda menggunakan waktu anda untuk mempromosikan pemikiran yang baik daripada mencoba untuk menghancurkan yang buruk.

Jangan buang waktu untuk menjelaskan kenapa pemikiran buruk itu buruk. Percuma. Malah anda cuma akan mengipasi apinya dan membuatnya semakin besar.

Hal paling baik yang bisa terjadi pada sebuah pemikiran buruk adalah dilupakan. Dan hal terbaik yang bisa terjadi pada sebuah pemikiran baik adalah disebarluaskan.

Jadi, beri makan pemikiran yang baik dan biarkan yang buruk mati kelaparan.

Sang prajurit intelektual

Anda mungkin akan berpikir, masa orang akan dibiarkan begitu saja dengan pemikiran buruknya? Bukannya harus diberi tahu yang benar?

Begini, bukan berarti ngga ada gunanya untuk memberi tahu dimana letak kesalahan sebuah pemikiran buruk.

Pertanyaannya, apa tujuan anda melakukan itu?

Kenapa anda ingin mengkritik pemikiran tersebut?

Mungkin anda berpikir akan lebih baik kalau hanya ada sedikit orang yang percaya pada pemikiran tersebut. Atau, dengan kata lain, lebih baik orang mengubah pandangannya pada hal-hal yang memang sangat penting daripada hanya menanggapi pemikiran buruk tersebut.

Lagi, kalau tujuan anda adalah untuk mengubah sebuah pemikiran, mengkritisi bukanlah cara yang terbaik.

Kenapa?

Karena kebanyakan orang itu berdebat untuk menang, bukan untuk belajar atau memahami.

Kebanyakan orang berdebat untuk menang bukan mencari pemahaman. (sumber foto: Roland Samuel on Unsplash)
Kebanyakan orang berdebat untuk menang bukan mencari pemahaman. (sumber foto: Roland Samuel on Unsplash)

Ibarat seorang prajurit dan pramuka, orang seringkali bertindak seperti prajurit, bukan seperti pramuka, saat mereka sedang berdebat.

Prajurit yang menyerang, secara intelektual, untuk mengalahkan orang-orang yang berbeda dengan mereka. Mendapatkan kemenangan adalah apa yang menggerakkan mereka.

Beda sama pramuka, seorang penjelajah intelektual, yang berusaha memahami medan secara perlahan. Rasa ingin tahu adalah apa yang menggerakkan mereka.

Kalau anda ingin orang lain menerima pemikiran anda, anda harus lebih bersikap seperti seorang pramuka daripada seorang prajurit.

Pertanyaannya sekarang, apakah anda rela untuk ngga menang demi bisa mengubah pemikiran seseorang?

Baik lebih dulu, benar kemudian

Yang namanya debat dan menang itu sama seperti anda sedang menghancurkan realitas yang diyakini seseorang yang menjadi lawan debat anda.

Rasanya bakal sangat menyakitkan untuk kehilangan realitas yang selama ini diyakini.

Jadi, bersikaplah baik, walau pun anda sedang berada di atas kebenaran.

Saat anda berada di atas angin, gampang sekali untuk lupa kalau tujuan anda adalah untuk terhubung dengan orang tersebut, untuk berkolaborasi, berteman, dan menyatukan mereka dengan kelompok anda.

Akan mudah sekali untuk terjebak mengejar kemenangan dan malah lupa untuk membangun koneksi.

Memang kenyataannya lebih gampang untuk melabeli orang lain daripada bekerjasama dengan mereka kan?

Bersikap baik pada orang lain, itu artinya anda memperlakukan mereka seperti sahabat atau bahkan keluarga anda. Dan inilah sebetulnya cara yang baik untuk benar-benar bisa mengubah pemikiran seseorang.

Bangun pertemanan. Berbagilah. Berikan sesuatu.

Jadilah baik lebih dulu, baru menjadi benar.

Semoga bermanfaat!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun