Mohon tunggu...
WARDY KEDY
WARDY KEDY Mohon Tunggu... Relawan - Alumnus Magister Psikologi UGM
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

SAYA adalah apa yang saya TULIS

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Pancasila Rumah Kita, Rumah Pemersatu (Refleksi di Hari Lahirnya Pancasila 01 Juni 2020)

1 Juni 2020   18:45 Diperbarui: 1 Juni 2020   18:50 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Jalan Damai (https://jalandamai.org/ )

Dalam kaitannya denga Pancasila, Driyarkara memahami kesatuan dari keberagaman itu dengan bertitik tolak pada manusia. Dia mengatakan : "Pancasila adalah inheren (melekat) pada diri manusia sebagai manusia, lepas dari keadaan yang tertutup pada kongkretnya. Sebab itu dengan memandang kodrat manusia 'qua talis' (sebagai manusia), kita juga akan sampai pada Pancasila ". 

Namun penyajian Driyarkara ini harus diberi catatan. Pertama, dari apa yang dikatakannya itu, kita tidak boleh menyimpulkan bahwa manusia merupakan pusat terpenting dari kenyataan. Yang menjadi prioritas utama adalah Tuhan sendiri. Kita manusia hanyalah merupakan salah satu 'akibatNya'. 

Kedua, penalaran Driyarkara lebih mengarah kepada pembenaran Pancasila sebagai filsafat dari pada mengutarakan suatu filsafat yang terdapat dalam Pancasila itu sendiri. Walaupun demikian, harus diakui bahwa apa yang dikatakan Driyarkara ini juga bermanfaat bagi dialog antara bangsa Indonesia dengan negara-negara yang bertitik tolak pada kemanusiaan. 

Namun apa persisnya filsafat yang terdapat dalam Pancasila tetap belum tersingkap. Untuk itu, filsafat yang merupakan sistem ide yang terkandung di dalam Pancasila perlu mendapat perumusannya yang tepat.

Dalam upaya menyingkapkan filsafat yang terkandung dalam Pancasila, Notonegoro mengatakan bahwa Pancasila merupakan asas kerohanian yang mempunyai susunan hirarkis piramidal. Ia melihat bahwa gerakan dari sila pertama sampai pada sila ke lima, merupakan gerakan dari asas yang terluas sampai kepada asas yang khusus. 

Sila yang awal merupakan dasar bagi sila berikutnya dan sila yang kemudian merupakan pengkhususan dari sila sebelumnya. Karena itu, baginya Pancasila harus dilihat sebagai suatu kesatuan dengan susunan yang tertentu pula.

 Maka, apa yang bisa kita pelajari dari tesis Notonegoro ini? Yang jelasnya, adalah bahwa cara memandang Pancasila sebagai satu kesatuan yang butir-butirnya tidak dapat dipisahkan satu dari yang lain, sangat sesuai dengan semangat Bhineka Tunggal Ika yang menjadi fokus pembicaraan kita. 

Dari sini, dapat kita lihat, ternyata semangat dan kerinduan untuk bersatu dalam diri bangsa Indonesia telah terukir dalam setiap hati manusia. Dan semangat itu terangkum dalam PANCASILA dengan salah satu filsafatnya yaitu Bhineka Tuunggal Ika. 

Semangat filsafat Bhineka Tunggal Ika yang ada dalam Pancasila harus menadi dasar bagi cara pandang kita dalam memahami Pancasila, di mana sila-sila yang berbeda itu perlu mendapat tekanan. Dengan begitu, kerinduan untuk bersatu dalam keberagaman kita semua dapat tercapai. 

Together  We  Can...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun